Selama dua minggu terakhir ini,
aku membaca buku ‘Crazy Love’-nya Francis Chan. Jujur saja, isi buku itu
benar-benar menempelak. Intinya sih Francis Chan ingin agar kita benar-benar
menghidupi Kristus dalam hidup kita. Benar-benar mencintai Tuhan, dan menjadikan
Tuhan itu focus dalam kehidupan kita. Francis Chan memaparkan bagaimana sih
hidup radikal itu.
Pas baca buku itu, aku jadi
semangat lagi mengejar panggilan hidup aku dan melayani Tuhan di gereja aku
yang sekarang. Aku juga jadi sadar bahwa wujud kasih yang sebenarnya itu adalah
memberi. Sama seperti Kristus telah
memberikan segala yang Ia miliki, bahkan nyawa-Nya untuk aku, demikian pula
yang harus aku lakukan. Memberi kepada orang lain.
Overall buku itu recommended
banget buat dibaca, dan aku tertarik untuk buat review buku tersebut, jika
punya waktu, hehehe…
Actually, akhir-akhir ini aku
lagi menggumuli tentang rencana aku untuk lanjut kuliah lagi.
Aku sempat ragu apakah ini
rencana Tuhan buat aku. Soalnya, dengan pergi sekolah, aku akan meninggalkan
pelayanan yang aku lakukan selama ini. Hal itu berat buat aku. Dan aku sempat
mikir, apa itu benar-benar rencana Tuhan kalau aku harus meninggalkan pelayanan
yang aku lakukan sekarang?
Aku takut kalau aku nggak dengar
baik-baik suara Tuhan, nggak peka sama Roh Kudus, sehingga nantinya salah
ngambil keputusan. Keputusan yang aku ambil akan
berdampak besar buat hidup aku.
Jujur saja, aku sangat, sangat,
sangat ingin kuliah lagi. Aku ingin kuliah sampai S2. Aku sudah menggumulinya
selama hampir 3 tahun ini dan sekarang Tuhan buka kesempatan aku untuk sekolah
lagi.
Selama proses itu, aku melihat
penyertaan Tuhan. Mulai dari aku nggak lulus tes masuk saat melamar pekerjaan,
terus akhirnya kerja di kampus aku di bagian laboratorium, dan banyak banget
pergumulan dan tantangan yang aku hadapi di tempat kerja, yang membuat aku
makin tumbuh dan makin dekat dengan Tuhan. Aku merasakan kalau Tuhan
mengajarkan aku banyak hal agar aku makin bertumbuh dan dewasa dalam iman.
Tuhan benar-benar mengubah aku.
Salah satu pelajaran penting yang
Ia ajarkan kepadaku adalah untuk melepaskan semua keinginan dan cita-citaku di
bawah kaki-Nya dan membiarkan Ia yang menulis kisah hidupku.
Aku belajar untuk punya iman.
Kalau Tuhan nggak pernah merancangkan sesuatu yang buruk dalam hidup
anak-anak-Nya. Dan rencana-Nya dalam hidup kita itu, terkadang di luar
pemikiran kita, jauh lebih besar dan tak terbayangkan. Itu nggak mudah. Karena iman
berarti melepaskan segalanya, dan benar-benar menaruh pengharapan akan
janji-janji Tuhan.
Tapi sekarang aku sudah mengerti
dan sudah menaruh semua keinginan dan cita-cita aku di bawah kaki Tuhan Yesus.
Puji Tuhan, pertengahan tahun
lalu, orang tua aku akhirnya mengizinkan aku untuk lanjut kuliah di luar
daerah. Aku benar-benar mengucap syukur karena Tuhan memberikan apa yang jadi
keinginan hati aku.
Aku mulai mencari-cari perguruan
tinggi yang akan kumasuki dan ternyata prosesnya juga nggak gampang. Banyak
pertimbangan-pertimbangan, aku minta masukan-masukan dari senior-senior aku
juga teman-teman aku dan tentunya meminta hikmat dari Tuhan, dimana Ia berkenan
untuk aku kuliah.
Setelah aku menemukan perguruan
tinggi yang aku akan masuki, nah kecemasan dan ketakutan justru mulai merayapi
hati aku. Ada saat-saat dimana aku mau menyerah saja, nggak usah lanjut kuliah
lagi karena ketakutan-ketakutan itu.
Dan Tuhan kembali mengajari aku
untuk menaruh semua kecemasan dan ketakutan itu ke dalam tangan-Nya. Tuhan
mengingatkan aku setiap saat kalau meskipun aku
nantinya bakal jauh dari orangtua, teman-teman, komunitas gereja aku,
Dia tetap bersama aku.
Aku nggak perlu takut karena
Dialah penjagaku.
And then, kini tinggal beberapa
bulan sebelum aku pergi.
Justru goncangannya makin hebat,
karena aku mulai meragukan apa ini benar-benar janji Tuhan untuk aku sedangkan
jika aku pergi itu artinya aku meninggalkan pelayanan yang aku lakukan.
Banyak orang yang berasumsi kalau
aku mau lari dari pelayanan. Banyak orang yang berasumsi kalau aku nggak mau
ditunjuk jadi pemimpin, that’s why aku pergi sekolah sebelum musim pemilihan
pengurus baru itu dimulai.
Jujur saja, aku nangis di kamar
setelah mendengar hal tersebut. Sedetik pun aku nggak pernah punya pikiran
untuk meninggalkan pelayanan aku. Aku malah terbeban untuk terus melayani
mereka, apalagi dengan keadaan saat ini, dimana adik-adik remaja aku butuh
banyak bimbingan dan binaan.
Aku benar-benar bingung dengan
apa yang harus aku lakukan.
Lanjut sekolah dan meninggalkan
pelayanan aku?
Atau menyerah terhadap mimpi aku
dan terus pelayanan?
Sejujurnya, aku lebih memilih
untuk sekolah, sebagian besar hati aku memilih untuk itu.
Tapi, aku takut kalau ternyata
hati aku itu menipu, dan aku terlalu terkonsumsi dengan keinginan hati aku dan
akhirnya menulikan telinga aku dari suara Tuhan.
Tiap hari aku bergumul dengan hal
itu, sampai aku benar-benar kebingungan dan finally nangis di kamar sama Tuhan.
Sometimes, aku iri melihat
teman-teman aku yang dengan mudahnya ngambil keputusan. Nggak mempertimbangkan
macam-macam. Kayaknya gampang saja untuk memutuskan sesuatu.
Berbeda sekali dengan aku. Karena
aku sudah commit sama Tuhan, kalo setiap langkah yang aku mau ambil dalam hidup
aku harus berpadanan dengan kehendak Tuhan.
Dan finally jadi rumit begini,
bikin aku stress sendiri…
Kenapa sih Tuhan nggak langsung
bilang saja, aku harus pergi sekolah atau aku tetap tinggal dalam keadaan aku
yang sekarang?
Akhirnya aku sadar kalau Tuhan
sedang mengajariku hal baru.
KETAATAN.
Malam-malam ketika aku nangis ke
Tuhan….Tuhan mengingatkan aku tentang Abraham.
Ketika Ia menyuruh Abraham untuk
mengorbankan Ishak, anak satu-satunya, anak yang didapat berdasarkan janji
Tuhan untuknya.
Bayangkan saja, Abraham menunggu
bertahun-tahun lamanya untuk mendapatkan Ishak, menunggu begitu lama sampai
Tuhan menggenapi janji-Nya tentang seorang anak.
Ishak, bagi Abraham bukan hanya seorang
anak kandung, atau seorang ahli waris, tapi bukti dari janji Tuhan untuknya.
Dan sekarang, Tuhan bilang untuk
mengorbankan Ishak,anaknya?
Tapi, Abraham tetap taat. Abraham
membawa Ishak ke bukit Moria, untuk mengorbankannya sebagai Korban bakaran di
hadapan Tuhan.
Tepat ketika Abraham hendak
membunuh Ishak, Tuhan menghentikannya.
Tuhan ingin melihat ketaatan
Abraham, Tuhan ingin menguji iman Abraham kepada-Nya.
Dan Tuhan rupanya ingin aku
belajar hal yang sama.
Tuhan ingin menguji iman aku,
ingin menguji ketaatan aku. Ingin menguji komitmen yang aku buat di
hadapan-Nya.
Segala sesuatu yang aku inginkan
tidak akan lebih besar dari keinginan aku untuk mengenal-Nya dan melakukan
kehendak-Nya dalam hidup aku.
Tuhan belum reveal sampai
sekarang ke aku, apa aku lanjut sekolah atau tetap tinggal, karena Ia ingin
melihat sejauh mana aku bisa pegang komitmen aku, sejauh mana aku bakal taat
sama perintah-Nya, sejauh mana aku menaruh iman aku kepada-Nya.
Aku memutuskan untuk menaruh
semua mimpi aku, termasuk untuk lanjut kuliah lagi di mezbah korban bagi Tuhan.
Aku memutuskan untuk taat akan
setiap kehendak Tuhan dalam kehidupan aku.
Aku mau seperti Abraham yang taat
dengan setiap kehendak Tuhan dalam hidupnya,meski itu secara manusia, sangat
sulit.
Semuanya, kakak-kakak blogger,,
can you pray for me?
Agar aku bisa lebih peka dengar
suara Tuhan, dan bisa berjalan terus dengan iman, juga terus pegang komitmen
aku.