Perayaan Thanksgiving
bukan hanya ada di Amerika Serikat, di daerah saya juga ada. Kami biasanya
menyebutnya dengan " Pengucapan Syukur", atau disebut
"Pengucapan" saja. Setahu saya di Sulawesi Utara, daerah Minahasa,
kota Tomohon dan sebagian wilayah Manado juga Bolmong merayakannya. Berbeda
dengan US dan Kanada yang kalo Thanksgiving itu jadi libur nasional, hari
Pengucapan Syukur ini gak ada libur daerah, dirayakan pas hari Minggu saja, dan
tanggalnya berubah-ubah tiap tahun tergantung dari pemerintah mau dilaksanakan
tanggal berapa. Dan tiap daerah beda juga tanggalnya.
Contohnya nih, kota
Tomohon dan sebagian daerah Minahasa Utara merayakannya tanggal 7 Juli,
sedangkan daerah Minahasa Selatan merayakannya hari Minggu kemarin, tanggal 14
Juli. Minggu depan, giliran kabupaten Minahasa yang merayakannya, termasuk saya
karena tempat tinggal saya masuk wilayah Kabupaten Minahasa :)
Alasan masyarakat
Sulawesi Utara merayakan Pengucapan Syukur, kira-kira sama dengan masyarakat di
US dan Kanada merayakannya. Mengucap syukur karena hasil panen. Meskipun gak
semua orang itu petani, tapi kami tetap merayakannya, karena sudah jadi tradisi
dan budaya di Sulut.
Kata Mama aku, dulunya kalau hari Pengucapan Syukur itu,
orang-orang bawa hasil panen pertamanya ke gereja. Jadi di depan gereja itu ada
padi, jagung (milu, kalo kata orang sini), ubi (ubi jalar, ubi kayu, ubi bete),
pisang, kelapa, pokoknya hasil pertanian deh. Semuanya itu dikasih buat Tuhan,
dan buat para pendeta.
Kebiasaan ini memang
sudah jarang ditemui lagi, karena zaman sekarang orang-orang lebih suka memberi
persembahan dalam bentuk uang di gereja. Tapi masih ada beberapa desa di
Minahasa, yang masih membawa hasil bumi sebagai persembahannya ke gereja ^^.
Aku share fotonya nih (dari Google wkwkwk) :
( ini di Tomohon kalo gak salah... hasil buminya di bawa ke gereja)
Hari Minggu kemarin,
daerah Minahasa Selatan merayakan hari Pengucapan Syukur. Karena Mama saya
orang MinSel ( singkatan Minahasa Selatan ;p) yah, kami juga turut merayakannya
:). Kalau Pengucapan Syukur kami biasanya pulang kampung, ke rumah opa dan
saudara-saudara. Hari Pengucapan Syukur memang selalu jadi ajang pulang kampung
buat masyarakat Sulut, ketemu dengan keluarga, masuk gereja bareng-bareng,
bikin dodol dan nasi jaha ( nasi dengan bumbu jahe yang dibakar dalam
bambu) rame-rame, dan makan masakan Minahasa yang suanggggaaaat enak pake
bangetttt #lebeh ;p, hahaha...
Tinoransak, kawok, paniki, RW, babi leilem, brenebon, sayur pangi, kue biji-biji, dan masih banyak lagi #jadilapar ahahhaha...
( Dodol dibungkus dengan daun woka. Ini makanan khas kalo Pengucapan)
( Nasi jaha -jahe-)
( Nasi jaha yang siap dilahappp :p)
Taken frim reginarobot.wordpress.com
Bagi masyarakat Sulut, selain
hari Natal, hari Pengucapan Syukur juga menjadi salah satu hari yang ramai.
Dijamin pasti macet dan supermarket pasti penuh jelang hari Pengucapan Syukur.
Oh ya, kalau di hari
Pengucapan Syukur, kita bisa bebas pesiar ke rumah siapapun, lho. Jadi biar
kagak kenal, masuk aja, pasti tuan rumahnya menerima,hehehe dikasih makan dan minum
malah kadang dibungkusin dodol sama nasi jaha juga.
Tradisi Pengucapan Syukur
di Sulawesi Utara memang sangat positif, karena mempererat persaudaraan dan
banyak lagi. Tapi, ada juga hal negatif yang dijumpai kalau hari Pengucapan
Syukur.
1. Bukannya ber-pengucapan
syukur, tapi ber-pengecapan syukur
Ada semacam istilah nih,
kalo orang Manado/Minahasa itu “biar kalah nasi, tapi jangan kalah aksi”.
Maksudnya ada kecenderungan di daerah aku kalau hari Pengucapan Syukur itu
harus dengan makanan dan minuman yang berlimpah, bukan hanya pas Pengucapan
sih, tapi hari Natal ataupun perayaan yang lain. Meskipun harus ngutang
sana-sini, pokoknya harus berpesta pas hari Pengucapan. Ada semacam persepsi
kalo orang Minahasa itu suka pamer, gak mau kalah, gengsian. Ini yang bikin aku
cukup sedih dan struggle dengan daerah aku.
Hari yang seharusnya kita
mengucap syukur kepada Tuhan, bukan hanya karena materi yang berlimpah tapi
juga berkat lainnya seperti kesehatan dan perlindungan Tuhan, tapi
disalahartikan sebagai hari untuk berpesta pora, bersenang-senang. Bukan untuk
mengucap syukur, tapi sekedar untuk mengecap makanan dan minuman.
2. Banyak Marta-marta baru
yang bermunculan
Hehehe…. Ini hal yang
sering aku temui, walaupun aku sama sekali nggak bangga. Banyak ibu-ibu yang
pas hari Pengucapan Syukur terlalu focus untuk menyiapkan makanan dan minuman
buat para tamunya, sibuk belanja, begadang bikin dodol dan bakar nasi jaha,
sibuk masak sampai lupa masuk gereja ataupun terlambat masuk gereja.
Ini seperti sikap Marta,
saudara Maria. Makanya aku bilang banyak Marta-marta baru yang bermunculan. Hal
ini pun sering dibahas dalam khotbah di gereja. Fokus saat Pengucapan Syukur
adalah Tuhan, sang pemberi Berkat, tapi sering focus kita teralih pada kepuasan
orang lain, bukannya memberi diri beribadah pada Tuhan.
3. Many people drunk when
Thanksgiving Day
Hampir setiap rumah
menyediakan minuman keras saat hari Pengucapan Syukur. Bahkan rumah para
pejabat dan pelayan Tuhan. And also I can say my uncle house, too L . Sungguh ironis, karena slogan Polda
Sulut sekarang ini adalah ‘BRENTI JO BAGATE’ ( Berhentilah minum minuman keras)
dan daerah Minahasa disebut daerah 1000 Gereja. Dan minum minuman keras juga
mabuk menjadi fenomena biasa bahkan terkesan wajar. Bukan hanya bapak-bapak
atau cowok-cowok, tapi sampai ibu-ibu!
Hari yang seharusnya
menjadi hari dimana umat Tuhan menyembah-Nya dalam kekudusan dan hati yang mengucap
syukur, justru dinodai dengan dosa minuman keras.
Tau tidak, tingkat
kejahatan di daerah Sulut banyak terjadi karena dipicu oleh minuman keras?
Ini adalah salah satu hal
yang aku gumuli untuk daerah aku.
Ini pendapat aku sih,
tapi perayaan Pengucapan Syukur sempat dilarang juga lho oleh pemerintah
beberapa tahun lalu, yah mungkin karena alasan-alasan yang aku kemukakan di
atas, khususnya poin 1 dan 3 ^^. Tapi sekarang perayaan Pengucapan Syukur sudah
dihidupkan kembali oleh pemerintah.
Secara pribadi, aku
sangat menyukai tradisi Pengucapan Syukur di daerah aku. Aku bangga jadi orang
Minahasa, yang dikenal dengan sikap toleransi dan tenggang rasa yang tinggi.
Aku bangga tinggal di Sulawesi Utara dimana kebebasan beragama itu dijunjung
tinggi. Aku bangga jadi orang Minahasa karena masih menggunakan logat khas
daerah kami, budaya dan tradisi yang dipegang seperti Mapalus, makanan
kulinernya luar biasa enak dan dipuji-puji. Pokoknya, aku bersyukur sekali
karena dilahirkan di sini ^^.
Tapi, sebagai warga
Sulut, ada banyak hal yang perlu digumuli di daerah aku. Minuman keras,
prostitusi, trafficking, sex bebas, bahkan ‘mati’nya gereja. Aku tidak mau
menghakimi, tapi itulah fenomena yang aku lihat selama ini, dan aku punya
kerinduan agar anak-anak Tuhan di Sulut bersatu hati untuk menggumuli daerah
kami.
Aku punya kerinduan kalau
tradisi Pengucapan Syukur ini bakal benar-benar dipahami oleh warga Sulut
sebagai hari dimana kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengucap syukur
buat setiap berkat yang Tuhan anugerahkan dalam kehidupan mereka. Bukan lagi
ajang pamer, ajang hura-hura, ajang untuk meng-halal-kan perilaku
mabuk-mabukkan.
Happy Thanksgiving Day,
my beloved South Minahasa ^^
iya kebanyakan sekrang bentuk ucapan syukur itu dalam bentuk persembahan uang. seperti digerja kami juga, gak pernah liat bawa bahan pangan seperti gambar diatas.
BalasHapusIni K Uly Sitorus ya?
HapusSalam kenal ya ka'.. ^^
DI daerah K Uly ada juga ya perayaan Pengucapan Syukur?
hehehe, bukan uly sitorus,
Hapusnama kami aja yg sama, but aku bukan marga sitorus hehe
setiap minggu digerja kami selalu ada amplop untuk ucapan syukur :)
oh, kirain ^^... maaf ya ka"...
BalasHapusya, seharusnya mmg kayak gitu. Karena setiap hari, setiap saat qt harus mengucap syukur buat apa yg Tuhan kasih.