Selasa, 29 Januari 2013

Hujan 27 Januari



Tanggal 27 Januari kemaren, kota tempat tinggal aku, Manado, mengalami cuaca buruk. 
Pas aku bangun pagi jam 4, hujan disertai angin melanda dan keadaan seperti itu berlangsung sampai siang. Aku nggak bisa lihat matahari pas hari itu, sepanjang hari itu menduuuungg dan gelap.

Ketika hari agak sore, cuaca mulai membaik. Hujan reda, meskipun awan gelap masih menggantung.
Sore itu, pukul 3 sore, aku menghadiri ibadah Remaja Wilayah di jemaat tetangga, meskipun sebenarnya merasa agak khawatir, karena di kebaktian Malam di gereja aku bertugas jadi singer (klo di gereja aku istilahnya prokantor/kantoria), takutnya aku datang telat ke gereja.

Tapi… aku ‘maksa’ banget datang ke ibadah itu, hehehe… Somehow, aku pengen aja datang, entah kenapa. Aku pergi dengan Penatua dan adik-adik remaja aku, dan kita datangnya agak telat.
Kami nyampe di gereja Victory pukul setengah 4, dan coba tebak?
Kami adalah peserta pertama, wkwkwk… 
Ibadahnya molor karena Komisi Remaja yang lain belum datang juga ternyata.

Aku mulai merasa cemas dalam hati, tapi berusaha menenangkan diri, kalo ibadahnya akan dimulai jam 4 tepat. Ibadah Malam di gereja aku jam 6 sore, paling lambat aku harus nyampe di gereja,15 menit sebelum jam 6. Pokoknya, selesai terima Berkat, langsung pulang ke rumah, begitu pikirku.

Tapi… ibadahnya baru mulai jam lima kurang. Dan hati aku benar-benar ketar-ketir karenanya. Di sisi yang satu, aku sudah ingin cepat-cepat pulang, tapi…. masa aku pulang pas ibadahnya baru mulai? Gak enak sama teman-teman yang lain.
Ibadahnya mulai, dan jujur saja, aku gemas karena sesi Praise and Worshipnya memakan waktu yang lama banget. Aku menyanyi memuji Tuhan, tapi sama sekali nggak ada rasa damai sejahtera, karena di pikiran aku tuh, pengen cepat-cepat pulang ke rumah dan prepare buat kebaktian Gereja malam.

Pas pengakuan dosa, aku minta ampun ke Tuhan, aku merasa sangat,sangat berdosa karena aku nggak sungguh-sungguh menyembah-Nya, tapi mau bagaimana lagi… Aku benar-benar sudah terlambat untuk pulang.
Finally, pas Khotbah, Penatua aku yang tahu aku harus bertugas di gereja, memberi isyarat mengizinkan aku untuk pulang. Itu sudah hampir setengah 6 sore. Aku akhirnya pulang sendiri.

Untuk pulang, satu-satunya transportasi yang tersedia adalah OJEK!
Aku menunggu selama kurang lebih 5 menit, sambil berdoa dalam hati, dan akhirnya ada tukang ojek yang lewat. Saat itu, cuacanya masih bagus. Gak hujan, cuma memang mendung.
Tapi… 100 meter dari jalan raya besar, tiba-tiba angin kencang disertai hujan turun.

Aku langsung panik. Gimana caranya aku pulang ke rumah kalau hujan lebat disertai angin badai kayak gini? Apalagi semakin lama hujan dan anginnya tambah deras dan kuat. Posisi aku saat itu dekat laut dan aku ngeri melihat lautan yang bergelora, ombaknya ngamuk kesana kemari dan langit sangat gelap.

Puji Tuhan, si tukang ojek itu masih bersedia untuk mengantar aku sampai ke rumah, padahal cuacanya sangat, sangat buruk. Unfortunately, tukang ojek itu hanya punya 1 jas hujan. Bapak itu bertanya kalau aku nggak apa-apa basah kuyup, dan setelah mikir beberapa detik, I think it’s okay.
Yang ada di pikiran aku itu adalah yang penting aku sampai di rumah sebelum jam 6 sore.
Aku berdoa lagi dalam hati agar Tuhan menyertai perjalanan kami, soalnya jalanan jadi benar-benar licin karena hujan lebat.

Aku basah kuyup, dan kedinginan, Alkitab yang aku pegang pun nyaris basah. Dalam hati aku pengen nangis, dan sempat nanya dengan nada marah dalam hati ke Tuhan,
“ Tuhan kok tega ya bikin aku kayak gini? Tuhan kan tahu aku tuh mau pelayanan, kok aku bisa ditimpa kesialan kayak gini?”
Aku benar-benar gak ngerti kenapa aku diizinkan ‘menderita’ seperti itu.
Syukurlah, aku tiba dengan selamat meski seluruh tubuh basah kuyup dan menggigil kedinginan.
Makasih banyak buat bapak tukang ojek yang bersedia mengantar aku karena tahu aku mau ke gereja ^^.

Pas lihat keadaan aku, Mama hanya geleng-geleng kepala dan aku langsung lari ke kamar mandi, mandi terus siap-siap. Dan pas masuk ke kamar, ternyata listrik mati. Aku setengah mati mencoba untuk tidak bersungut-sungut, walau rasanya sangat susah.

Setengah berlari aku berjalan ke gereja, lima menit lagi jam enam sore.
Dan aku masih ‘ngomel’ ke Tuhan, kenapa Tuhan tega-teganya?

Then, aku bisa mendengar Ia berbisik,
“ Baru halangan kecil seperti hujan ini saja kamu sudah mengeluh. Banyak orang Kristen yang bahkan tidak bisa ke gereja karena bisa dibunuh, Farha,”

Dan hati aku seperti dicubit. Sakit.
Teguran Tuhan itu memang sakit.
Dan pada saat itu aku benar-benar merasa malu sama diri sendiri. 
Aku nggak tahu mengucap syukur.
Aku nggak tahu menghargai berkat Tuhan.

Yup, aku teringat ada begitu banyak orang Kristen di luar sana yang nggak bisa ke gereja.

Gereja mereka dibakar, ataupun mereka dilarang beribadah sama orang-orang sekitar maupun pemerintah.

Ada anak-anak Tuhan yang menempuh jarak berkilo-kilometer untuk beribadah.

Ada anak-anak Tuhan yang beribadah di gereja kecil yang sangat,sangat sederhana, bahkan mungkin gak ada listrik atau tempat duduk.

Ada anak-anak Tuhan yang beribadah terpaksa harus sembunyi-sembunyi karena terancam ditangkap bahkan dibunuh.

Betapa beruntungnya aku bisa tinggal di daerah yang bisa beribadah dengan leluasa. 
Kalau ke Sulawesi Utara, apalagi di Minahasa, ada begitu banyak gereja, dan banyak yang merupakan bangunan megah. Disini setiap anggota jemaat seakan berlomba untuk membangun gereja yang megah dan nyaman bagi jemaatnya.

Disini, aku tidak perlu takut untuk pergi ke gereja. 
Disini, aku nggak perlu menempuh jarak berkilo-kilometer untuk ke gereja. 
Disini, aku beribadah di gereja yang besar, megah dan nyaman. 
Disini, aku nggak pernah dilarang untuk ke gereja.

Dan aku sadar aku nggak pernah sekalipun mengucap syukur karena hal itu.
Malahan aku ngeluh dan marah ke Tuhan karena aku harus kehujanan, basah kuyup untuk ke gereja.
Padahal, banyak orang Kristen yang tiap minggu mengalami halangan yang sangat besar untuk sekedar beribadah di gereja.

Ampuni aku, Tuhan karena aku nggak mengucap syukur atas berkat yang Engkau berikan kepadaku.
Sekarang aku jadi belajar untuk mengucap syukur dalam segala keadaan.

Melalui hujan 27 Januari kemarin, Tuhan menegur aku untuk mensyukuri hal yang mungkin kelihatan sepele buat aku selama ini, tapi bagi orang lain adalah hal yang sangat,sangat berharga,

KEBEBASAN BERIBADAH J

Dan aku benar-benar belajar untuk mesyukuri hal itu. Lain kali, ketika aku punya halangan untuk ke gereja, aku akan mengingat bahwa betapa banyaknya orang Kristen yang punya kesulitan untuk datang beribadah.

God Bless,,

2 komentar:

  1. Semangat ya Farha...aku juga kalo lagi pas males ke gereja ato persekutuan juga ditegur Tuhan, apalgi kalo ingat banyak gereja yang dianiaya dan ibadah aja susah,duhhh...jadi malu ^^'

    BalasHapus
  2. Cerita yg inspiratif sekali, kadang2 Tuhan izinkan 'kesialan' bertubi-tubi supaya kita mengerti hati kita :) aku juga pernah mengalami hal yg sama heheheh~ yah bener, bersyukur Tuhan masih sangat baik buat kita, bebas banget kita mau ibadah walau ada kejadian ribut sana sini :)

    BalasHapus