Tampilkan postingan dengan label Wisdom in Book. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisdom in Book. Tampilkan semua postingan

Jumat, 26 Juli 2013

Wisdom in Book "Youth Adagio"

Wisdom In Book Youth Adagio

Judul Buku                          : Youth Adagio
Pengarang                          : Alberta Natasia Adji
Kategori Buku                    : Novel
Penerbit                              : Lingua Kata, 2013

Saya membaca buku ini di bulan Mei 2013. Alasan saya membeli novel ini sebenarnya karena judulnya. Ada kata Adagio, yang merupakan salah satu istilah music, yang saya sukai.
Novel ini bercerita tentang seorang siswi SMA jurusan music yang bernama Kana Hyuuga. Ia sangat menyukai piano dan bercita-cita untuk menjadi pianis professional juga belajar di Conservatoire Paris. Hana sangat mencintai bermain piano dan berbakat, namun sayangnya ia selalu saja gagal ketika mengikuti kompetisi piano. Walaupun ia sudah berusaha semaksimal mungkin, tetap saja ia gagal. Hal itu diperburuk dengan salah satu teman sekolahnya, Hino. Hino yang sangat berbakat bermain piano dan selalu menjuarai kompetisi piano, selalu mengejek dan merendahkan Hana. Hal itu membuat Hana selalu merasa tertekan baik di sekolah maupun saat mengikuti kompetisi piano.
Hana kemudian bertemu dengan Nagano, pegawai toko kue di samping rumahnya. Nagano punya mimpi untuk menjadi patiserrie terkenal. Mereka berdua akhirnya dekat, namun Hana kembali mengalami kekecewaan karena Nagano ternyata punya hubungan masa lalu dengan Hino.
Hana merasa kalah dan tidak cukup baik. Ia merasa hidupnya selalu diperhadapkan pada hal yang sulit. Sekuat dan sekeras apapun ia berusaha, ia tetap saja tidak gagal. Keinginannya yang kuat untuk menggapai mimpinya membuatnya menjadi gadis yang mudah emosi, cepat tawar hati dan kadang tidak bersyukur dengan apa yang ia miliki saat ini, seperti orangtua dan sahabat juga guru yang perhatian dan sayang padanya. Fokus hidupnya hanyalah pada pencapaian mimpinya, sehingga ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti yang ia inginkan, ia menjadi sangat sedih dan mencap diri sendiri sebagai orang yang gagal.

Hikmat yang aku dapat setelah membaca buku ini :
1.       Mengucap syukur
Saking fokusnya untuk mewujudkan mimpinya, Hana nyaris tidak melihat perhatian juga cinta dari orang tua, sahabat, dan gurunya. Ia juga nyaris kehilangan passion-nya untuk bermain piano, karena ia terlalu focus untuk memenangkan kompetisi. Ia tidak mengucap syukur dengan apa yang ia miliki sekarang.
Saya juga punya mimpi dan keinginan untuk saya capai, dan terkadang saya kecewa dan langsung down ketika apa yang saya impikan itu atau yang saya inginkan tidak bisa saya dapatkan, atau jalan menuju mimpi itu terlampau sulit buat saya. Tapi, saya jadi belajar bahwa mengejar dan mengusahakan mimpi kita itu baik, tapi jangan terlalu focus pada hal tersebut sehingga kita lupa dengan apa yang kita miliki saat ini.
Kita lupa ada begitu banyak berkat Tuhan yang kita miliki sampai saat ini, dan lupa mengucap syukur untuk itu. Saat kita gagal atau menghadapi tantangan yang sulit, kita menjadi kecewa dan down, kita merasa kita tidak punya apa-apa, padahal kita sebenarnya banyak hal yang berharga. Pandangan mata kita yang terlalu focus pada sesuatu yang kita belum capai, membuat kita tidak melihat banyak hal berharga yang sebenarnya telah kita miliki dan kita lupa mengucap syukur kepada Tuhan.

2.       Pencapaian yang lambat bukan berarti kalah atau gagal.
Saya menggarisbawahi sebuah percakapan antara Hana dan mendiang neneknya waktu ia masih kecil.
Nenek Hana berkata,
“ Mimpi tidak bisa diraih dalam waktu semalam seperti mimpi yang layaknya kau dapat saat tidur di malam hari. Karenanya, kau harus melewati proses kerja keras dan pengorbanan waktu yang lama untuk meraihnya. Bukankah itu mirip dengan istilah tempo dalam musik yang disebut adagio?

Mimpi tidak bisa tercapai dalam semalam. Ada proses yang di dalamnya berisi kerja keras dan pengorbanan waktu yang lama untuk meraihnya. Selain kerja keras, tantangan juga ada masa-masa penantian yang berat ketika kita ingin meraih mimpi. Orang sering tidak sabar, ingin meraih keinginannya dengan cepat, terburu-buru, tidak sabaran, sehingga sering putus asa bahkan mengambil jalan pintas untuk mendapatkannya walaupun itu bukan jalan yang benar.

Saya belajar bahwa pencapaian mimpi yang lambat bukan berarti kita gagal atau kalah. Justru dengan proses yang terasa ‘lambat’ itulah pribadi kita makin dibentuk dan ditempa. Justru dengan banyaknya tantangan yang me’lambat’kan kita, kita justru menjadi lebih kuat dan bijak. Justru dengan berjalan lebih ‘lambat’ kita mengamati sesuatu dengan lebih jeli dan teliti, memaknai sesuatu lebih baik, melihat hal-hal berharga yang akan terlewat dari pandangan kita ketika kita berjalan tergesa-gesa atau bahkan berlari.

3.       Segala sesuatu indah pada waktunya
Dalam pengantar novelnya, Alberta sempat menulis :
Adagio, novel ini mengajarkan pula bahwa dalam proses dan perjalanan panjang kita dalam meraih impian, bukan berarti kita harus terus berfokus pada tujuan dan memanfaatkan orang-orang di sekeliling kita sebagai batu pijakan. Justru sebaliknya, segala macam hal yang terjadi seiring perjalanan hidup kita dan setiap orang yang kita jumpai, meski sesingkat apapun, bukanlah sesuatu yang dapat dilupakan begitu saja.

Dan kembali saya mengutip perkataan nenek Hana padanya :

“ Adagio berarti perlahan-lahan atau lambat…. Bukankah akan lebih baik bila seseorang tidak sedemikian berambisi atau terburu-buru untuk mencapai impian dan tujuannya, melainkan menjalani dan menikmati seluruh proses kerja kerasnya dengan perlahan-lahan namun pasti?”

“ Ibarat hidup adalah sebuah sonata panjang yang tiap bagiannya memiliki not dan tanda tempo yang berlainan. Kita tak perlu begitu tergesa untuk menuju klimaks dari sonata itu, sebab asal kita memainkan sesuai dengan penghayatan, bagaimanapun kita akan menuju klimaks dengan kokoh. Sama halnya dengan kehidupan, justru dengan menjalaninya demikian, kau akan mendapat banyak sekali hal berharga dari sekitarmu, bahkan tidak kau sangka-sangka.”

Proses menggapai mimpi tidak mudah dan tidak singkat. Daripada merasa kecewa, sedih dan mulai menaruh self-pity pada diri sendiri, kenapa tidak menikmati perjalanan itu sesuai dengan ‘tempo’nya? Saya belajar untuk bersabar dan menanti dengan tenang penggenapan janji Tuhan dalam hidup saya, sambil berjalan mengikuti tempo yang telah Tuhan berikan. Setiap not-not dalam sonata hidup sudah diatur oleh Tuhan, dan kalau kita menjalaninya sesuai dengan arahan dari-Nya, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, hidup kita akan seperti sonata indah. Lagipula, klimaks yang terlalu awal atau terlalu cepat, tidak enak didengar di telinga dan menjadikan sonata yang indah itu rusak meskipun not yang dimainkan tepat.
Segala sesuatu indah pada waktunya ( Pengkhotbah 3:11)…sungguh tepat sekali ^^.
Aplikasi yang aku lakukan setelah membaca buku ini :
1.       Saya belajar untuk mengucap syukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada saya di masa sekarang. Saya masih mengejar mimpi-mimpi saya, tapi saya tidak menjadikan mimpi-mimpi saya di masa depan menjadi satu-satunya focus dalam hidup saya. Saya sadar kalau saya memiliki banyak hal untuk dikerjakan di masa sekarang, contohnya quality time dengan keluarga saya dan pelayanan di gereja. Saya juga bersyukur untuk masa-masa sulit yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup saya sebagai bagian dari proses pengejaran mimpi-mimpi saya. Saya bersyukur karena lewat momen-momen berat dan sulit itulah saya menjadi lebih kuat, lebih bijak dan makin banyak pelajaran berharga yang saya dapat.

2.       Saya pernah punya rasa iri terhadap teman-teman saya yang hidupnya kelihatan sangat mudah dibandingkan dengan saya. Mereka dengan mudahnya mendapat pekerjaan tetap, dengan mudahnya melanjutkan sekolah, dan masih banyak hal lain lagi yang dengan mudah mereka dapatkan. Berbeda dengan saya yang harus dengan perjuangan dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkannya disertai dengan beberapa kali kegagalan. Tapi saya tahu kalau rasa iri hati itu tidak berkenan di hadapan Tuhan dan saya berusaha menghilangkannya dari dalam hati saya. Saya belajar untuk beriman akan janji yang Tuhan berikan untuk saya. Saya punya pandangan baru dalam hidup bahwa segala sesuatu yang berjalan lebih lambat bukan berarti kegagalan atau kekalahan. Jika Tuhan menginginkan hidup saya berjalan dalam tempo Adagio, maka saya mau berjalan dalam tempo seperti itu.
“ dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu,” Yeremia 31:11

3.       Saya mengambil keputusan untuk menantikan janji Tuhan dengan lebih bersabar lagi. Saya orang yang kurang bisa bersabar, dan gampang tawar hati juga kecil hati. Setiap kali sesuatu yang saya harapkan tidak terjadi, saya jadi lebih sabar dan tenang, tahu bahwa Tuhan pegang kontrol atas itu semua.

Hal-hal inilah yang bisa saya bagikan dari buku Youth Adagio yang saya baca. Semoga bisa memberkati teman-teman semua,

God bless,,

Senin, 22 Juli 2013

Wisdom in Book Passion and Purity




Judul Buku          : Passion and Purity ( Hasrat dan Kekudusan) 

Pengarang           : Elisabeth Elliot

Penerbit               : Pionir Jaya, Juli 2010



Saya membaca buku ini pada awal tahun 2012. Jujur saja, saya membeli buku ini karena penulisnya, Elisabeth Elliot, saya penasaran love story antara beliau dan suaminya, Jim Elliot. Pada awalnya saya pikir akan menjumpai tulisan biografi atau semacamnya, tapi saat membacanya kemudian saya tertegun karena Elisabeth Elliot bukan hanya membagikan kisah cintanya bersama suaminya, Jim Elliot, tapi juga begitu banyak pelajaran yang sangat berharga untuk para wanita Kristen.

Dalam buku ini, Elisabeth Elliot membagikan pengalamannya ketika menjadi seorang wanita single yang ingin memuliakan Allah melalui hidupnya dengan menjaga kekudusan, tapi juga ia harus mengendalikan hasrat dan keinginannya sebagai seorang wanita. Melalui penggalan surat, buku harian, petikan lagu dan puisi, Elisabeth Elliot menceritakan tentang godaan, tantangan, kemenangan dan pengorbanan dua orang muda yang memiliki komitmen untuk memuliakan Allah melebihi cinta mereka.

Bahasanya begitu jujur, dan meskipun ini kisah cinta yang terjadi  bertahun-tahun yang lalu, cerita yang dituliskan di buku ini, saya rasa relevan dengan keadaan sekarang ini. Saat membaca buku ini, saya merasa mendapatkan nasehat-nasehat dari seorang ibu kepada puterinya ^^.

Rhema atau hikmat yang saya dapatkan dari buku ini, yaitu
Pertama, pengendalian diri. Saya belajar untuk mulai mengendalikan diri terhadap keinginan daging. Hasrat manusia adalah sebuah medan pertempuran, dan Tuhan ingin kita belajar menggunakan senjata kita untuk melawannya, yaitu Firman Tuhan. Banyak anak muda yang ‘kalah’ dalam medan pertempuran ini, karena mereka tidak menggunakan ‘senjata’ mereka. Hasrat disini bukan saja dalam soal seksual, tetapi hasrat terhadap keinginan daging yang tentu saja tidak berkenan kepada Tuhan.

Kedua, mendahulukan Allah di atas segalanya. Baik Jim dan Elisabeth Elliot bergumul dengan rasa cinta mereka, tapi juga panggilan Allah dalam kehidupan keduanya. Mereka selalu bertanya kepada Tuhan, langkah apa yang harus mereka ambil. Elisabeth Elliot sering dilanda kebingungan, tapi ia mencari Allah dalam setiap godaan dan tantangan yang ia hadapi. Mereka memegang komitmen mereka untuk melayani Tuhan, meskipun resikonya adalah mereka harus berpisah. Pelajaran bagi saya untuk menjadikan Allah sebagai prioritas utama dalam kehidupan saya, mencari tahu kehendak-Nya, mengejar panggilan hidup dari-Nya, dan memegang komitmen saya kepada Tuhan dengan teguh.

Ketiga, mengetahui bahwa Tuhan saja cukup. Elisabeth Elliot membagikan pengalamannya saat ia merasa kesepian, kekhawatiran kalau harus membujang, dan sebagainya. Ia menceritakan apa saja yang ia lakukan untuk mengatasi itu semua. Kesimpulannya, ia selalu kembali kepada Allah. Kasih karunia Allah selalu cukup baginya setiap hari. Mengetahui bahwa Tuhan saja sudah cukup, adalah kunci mengatasi semua kegelisahan, ketakutan, kesepian. 

Keempat, menjaga kekudusan hidup. Elisabeth dan Jim Elliot adalah pasangan yang menjaga kekudusan mereka selama menjalin hubungan. Kisah cinta mereka adalah kisah cinta yang ditulis oleh Allah, karena mereka melibatkan Allah dalam setiap langkahnya. Mereka menjadi contoh bagi para kaum single bagaimana menjaga kekudusan hidup selama pacaran. 

Kelima, peran pria dan wanita yang sesuai dengan kehendak Allah dalam sebuah hubungan. Prialah inisiator sebuah hubungan, bukan wanita. Tapi banyak yang kita temui sekarang justru sebaliknya. Wanita bertindak sebagai inisiator, yang mengejar, yang menyatakan, sedangkan pria hanya diam dan menunggu. 

Setelah membaca buku ini, ada beberapa hal yang mulai saya aplikasikan dalam kehidupan saya, yaitu
Mulai menulis jurnal harian. Saya mengikuti contoh Elisabeth Elliot yang menulis jurnal hariannya. Jurnal harian ini bukan berisi perasaan-perasaan, curhatan-curhatan, tapi perjalanan saya bersama Kristus. Jurnal ini bukan hanya berisi pengalaman pribadi, tapi juga perenungan dari firman Tuhan yang saya baca, ayat Alkitab, doa, quote yang menguatkan saya, juga kutipan-kutipan renungan yang saya baca. Sudah lebih dari 1 tahun saya menulis jurnal harian, dan kini sudah  ada 10 buku,hehehe…. Jurnal harian itu sangat membantu saya dalam mengembangkan hubungan pribadi saya dengan Kristus. Saya jadi lebih disiplin untuk membaca Firman Tuhan dan merenungkannya. Dan saat saya menemui keadaan yang sulit, kadang isi jurnal lama saya, bisa membantu mengingatkan saya akan kesetiaan Tuhan dalam hidup saya, sehingga menguatkan saya.

Kemudian, saya belajar untuk mengendalikan hasrat dalam diri saya. Belajar memerangi keinginan daging. Tidak mudah, dan saya masih sering jatuh. Tapi ada langkah-langkah praktis yang saya mulai terapkan untuk melawan hasrat saya, untuk mencegah saya melakukan dosa. Saya menghafal Roma 6:13-14 setiap pagi, dan menyanyikan hymne “Lawanlah Godaan” dalam hati setiap kali mau marah atau tergoda berbuat dosa. 

Kedengarannya aneh, tapi itu terbukti berhasil. Saya juga mengajak teman-teman untuk mengambil langkah-langkah praktis setiap hari untuk berperang melawan hasrat diri kita ^^.

Yeah, inilah yang bisa saya bagikan dari buku Passion and Purity karya Elisabeth Elliot.

Semoga tulisan ini bisa memberkati kita semua.

Tuhan Yesus memberkati ^^