Tanggal 27 Januari kemaren, kota tempat tinggal aku, Manado, mengalami
cuaca buruk.
Pas aku bangun pagi jam 4, hujan disertai angin melanda dan
keadaan seperti itu berlangsung sampai siang. Aku nggak bisa lihat matahari pas
hari itu, sepanjang hari itu menduuuungg dan gelap.
Ketika hari agak sore, cuaca mulai membaik. Hujan reda, meskipun awan
gelap masih menggantung.
Sore itu, pukul 3 sore, aku menghadiri ibadah Remaja Wilayah di jemaat
tetangga, meskipun sebenarnya merasa agak khawatir, karena di kebaktian Malam
di gereja aku bertugas jadi singer (klo di gereja aku istilahnya
prokantor/kantoria), takutnya aku datang telat ke gereja.
Tapi… aku ‘maksa’ banget datang ke ibadah itu, hehehe… Somehow, aku
pengen aja datang, entah kenapa. Aku pergi dengan Penatua dan adik-adik remaja
aku, dan kita datangnya agak telat.
Kami nyampe di gereja Victory pukul setengah 4, dan coba tebak?
Kami adalah peserta pertama, wkwkwk…
Ibadahnya molor karena Komisi
Remaja yang lain belum datang juga ternyata.
Aku mulai merasa cemas dalam hati, tapi berusaha menenangkan diri, kalo
ibadahnya akan dimulai jam 4 tepat. Ibadah Malam di gereja aku jam 6 sore,
paling lambat aku harus nyampe di gereja,15 menit sebelum jam 6. Pokoknya,
selesai terima Berkat, langsung pulang ke rumah, begitu pikirku.
Tapi… ibadahnya baru mulai jam lima kurang. Dan hati aku benar-benar
ketar-ketir karenanya. Di sisi yang satu, aku sudah ingin cepat-cepat pulang,
tapi…. masa aku pulang pas ibadahnya baru mulai? Gak enak sama teman-teman yang
lain.
Ibadahnya mulai, dan jujur saja, aku gemas karena sesi Praise and
Worshipnya memakan waktu yang lama banget. Aku menyanyi memuji Tuhan, tapi sama
sekali nggak ada rasa damai sejahtera, karena di pikiran aku tuh, pengen
cepat-cepat pulang ke rumah dan prepare buat kebaktian Gereja malam.
Pas pengakuan dosa, aku minta ampun ke Tuhan, aku merasa sangat,sangat
berdosa karena aku nggak sungguh-sungguh menyembah-Nya, tapi mau bagaimana lagi…
Aku benar-benar sudah terlambat untuk pulang.
Finally, pas Khotbah, Penatua aku yang tahu aku harus bertugas di
gereja, memberi isyarat mengizinkan aku untuk pulang. Itu sudah hampir setengah
6 sore. Aku akhirnya pulang sendiri.
Untuk pulang, satu-satunya transportasi yang tersedia adalah OJEK!
Aku menunggu selama kurang lebih 5 menit, sambil berdoa dalam hati, dan
akhirnya ada tukang ojek yang lewat. Saat itu, cuacanya masih bagus. Gak hujan, cuma memang mendung.
Tapi… 100 meter dari jalan raya besar, tiba-tiba angin kencang disertai hujan
turun.
Aku langsung panik. Gimana caranya aku pulang ke rumah kalau hujan lebat
disertai angin badai kayak gini? Apalagi semakin lama hujan dan anginnya
tambah deras dan kuat. Posisi aku saat itu dekat laut dan aku ngeri melihat
lautan yang bergelora, ombaknya ngamuk kesana kemari dan langit sangat gelap.
Puji Tuhan, si tukang ojek itu masih bersedia untuk mengantar aku sampai
ke rumah, padahal cuacanya sangat, sangat buruk. Unfortunately, tukang ojek itu
hanya punya 1 jas hujan. Bapak itu bertanya kalau aku nggak apa-apa basah
kuyup, dan setelah mikir beberapa detik, I think it’s okay.
Yang ada di pikiran aku itu adalah yang penting aku sampai di rumah
sebelum jam 6 sore.
Aku berdoa lagi dalam hati agar Tuhan menyertai perjalanan kami, soalnya
jalanan jadi benar-benar licin karena hujan lebat.
Aku basah kuyup, dan kedinginan, Alkitab yang aku pegang pun nyaris
basah. Dalam hati aku pengen nangis, dan sempat nanya dengan nada marah dalam
hati ke Tuhan,
“ Tuhan kok tega ya bikin aku kayak gini? Tuhan kan tahu aku tuh mau
pelayanan, kok aku bisa ditimpa kesialan kayak gini?”
Aku benar-benar gak ngerti kenapa aku diizinkan ‘menderita’ seperti itu.
Syukurlah, aku tiba dengan selamat meski seluruh tubuh basah kuyup dan menggigil kedinginan.
Makasih banyak buat bapak tukang ojek yang bersedia mengantar aku karena
tahu aku mau ke gereja ^^.
Pas lihat keadaan aku, Mama hanya geleng-geleng kepala dan aku langsung
lari ke kamar mandi, mandi terus siap-siap. Dan pas masuk ke kamar, ternyata listrik mati. Aku setengah mati mencoba
untuk tidak bersungut-sungut, walau rasanya sangat susah.
Setengah berlari aku berjalan ke gereja, lima menit lagi jam enam sore.
Dan aku masih ‘ngomel’ ke Tuhan, kenapa Tuhan tega-teganya?
Then, aku bisa mendengar Ia berbisik,
“ Baru halangan kecil seperti hujan ini saja kamu sudah mengeluh. Banyak
orang Kristen yang bahkan tidak bisa ke gereja karena bisa dibunuh, Farha,”
Dan hati aku seperti dicubit. Sakit.
Teguran Tuhan itu memang sakit.
Dan pada saat itu aku benar-benar merasa malu sama diri sendiri.
Aku nggak tahu mengucap
syukur.
Aku nggak tahu menghargai berkat Tuhan.
Yup, aku teringat ada begitu banyak orang Kristen di luar sana yang
nggak bisa ke gereja.
Gereja mereka dibakar, ataupun mereka dilarang beribadah sama
orang-orang sekitar maupun pemerintah.
Ada anak-anak Tuhan yang menempuh jarak berkilo-kilometer untuk
beribadah.
Ada anak-anak Tuhan yang beribadah di gereja kecil yang sangat,sangat
sederhana, bahkan mungkin gak ada listrik atau tempat duduk.
Ada anak-anak Tuhan yang beribadah terpaksa harus sembunyi-sembunyi
karena terancam ditangkap bahkan dibunuh.
Betapa beruntungnya aku bisa tinggal di daerah yang bisa beribadah
dengan leluasa.
Kalau ke Sulawesi Utara, apalagi di Minahasa, ada begitu banyak
gereja, dan banyak yang merupakan bangunan megah. Disini setiap anggota jemaat seakan berlomba untuk membangun gereja yang megah dan nyaman bagi jemaatnya.
Disini, aku tidak perlu takut untuk pergi ke gereja.
Disini, aku nggak
perlu menempuh jarak berkilo-kilometer untuk ke gereja.
Disini, aku beribadah
di gereja yang besar, megah dan nyaman.
Disini, aku nggak pernah dilarang untuk
ke gereja.
Dan aku sadar aku nggak pernah sekalipun mengucap syukur karena hal itu.
Malahan aku ngeluh dan marah ke Tuhan karena aku harus kehujanan, basah
kuyup untuk ke gereja.
Padahal, banyak orang Kristen yang tiap minggu mengalami halangan yang
sangat besar untuk sekedar beribadah di gereja.
Ampuni aku, Tuhan karena aku nggak mengucap syukur atas berkat yang
Engkau berikan kepadaku.
Sekarang aku jadi belajar untuk mengucap syukur dalam segala keadaan.
Melalui hujan 27 Januari kemarin, Tuhan menegur aku untuk mensyukuri hal
yang mungkin kelihatan sepele buat aku selama ini, tapi bagi orang lain adalah
hal yang sangat,sangat berharga,
KEBEBASAN BERIBADAH J
God Bless,,