Senin, 22 April 2013

Everything I do, I do it for You



Saat Teduh pagi ini, aku mengakhirinya dengan doa, dan saat berdoa aku mendengar kata-kata ini,
“ Just do it. Do it for Me.” 
Kata-kata itu terus-menerus terngiang, sampai aku mikir apa maksudnya nih?

Dan aku ingat kalau akhir-akhir ini aku sibuuuukkk banget (lebaaayyy).

Aku terlibat dalam 3 kepanitiaan. Panitia LTPR (latihan tenaga Pembina remaja), panitia ulang tahun jemaat dan panitia 3rd gathering komunitas aku. Dan sejak awal tahun ini, di kantor aku masuk kerja 7.30 dan pulang jam 4. Belum lagi jadwal pelayanan di gereja aku, rasa-rasanya tiap hari ada ibadah.

Dua minggu berturut-turut, pulang kerja, mandi, makan langsung pergi keluar lagi, entah pelayanan, entah ibadah, entah rapat panitia, entah cari dana,dsb dan pulang larut malam.
Dan akhirnya aku jatuh sakit. Ga parah sih, cuma berasa demam, badan pegal, suara hilang dan tenggorokan sakit. Mo dibilang flu, yah maybe, gejala-gejalanya kearah situ sih, meskipun aku merasa ini kayaknya udah kena radang tenggorokan gara-gara virus (klo karena bakteri, biasanya udah panas tinggi) sampai sekarang masih setia minum multivitamin, nambah jam istirahat dan minum air hangat. Ga mau minum antibiotik soalnya penyebabnya bukan karena bakteri, jd ga guna klo minum AB hehehe... adanya nanti malah resisten ^^.

Pagi ini Tuhan ngomong begitu ke aku, “ Just do it. Do it for Me,”. 
Kenapa ya?
Ok, aku  ngaku kalau aku sempat bersungut-sungut sama Tuhan karena beban yang terlalu banyak menurut aku. Aku juga sempat merasa jangan-jangan orang lain bakal berpikir kalo aku ‘maruk’ dalam pelayanan. Gara-gara kesibukan aku, aku jadi jarang ngobrol sama Mama, jarang nge-blog hehehe, pokoknya jarang punya ‘me time’ lagi. Tambahan lagi, sekarang aku sakit.

Akhirnya, aku sadar kalau Tuhan ngomong begitu agar aku ingat kalau semua kesibukan pelayanan yang aku lakukan itu,  untuk Dia.
Kalau Tuhan memberi kepercayaan yang menurut aku begitu banyak, seharusnya aku bersyukur karena Tuhan mempercayakan perkara-perkara-Nya kepadaku.
Dan Tuhan ingin aku melakukannya dengan focus untuk-Nya. Hanya untuk-Nya.

Aku ingat, aku sering bilang ke Tuhan, “ Tuhan, aku ingin belajar mengasihi Engkau lebih sungguh lagi,”
dalam doa-doaku.
Nah, rupanya inilah cara untuk belajar mengasihi Tuhan lebih sungguh.
Melakukan semua pekerjaan yang Tuhan percayakan kepadaku, dengan dasar cinta kepada-Nya.
Tuhan ingin aku belajar untuk melihat semua pelayanan yang aku kerjakan sebagai wujud kasih aku kepada-Nya.

Ketika kita mengasihi seseorang, bukankah kita akan melakukan apapun untuk orang tersebut?
Karena pada dasarnya kita mengasihi orang tersebut, semua yang kita lakukan, yang kita kerjakan hanya untuk menyenangkan atau membahagiakan orang tersebut.

Melakukan pekerjaan Tuhan dalam hidup kita seharusnya didasari dengan rasa cinta kita kepada Tuhan, juga kesadaran bahwa apa yang kita lakukan itu untuk Pribadi yang kita cintai.
Saat aku menyadari hal tersebut, ada sukacita yang mengalir di hati aku.

Aku pikir, balasan yang tepat untuk kata-kata Tuhan tadi adalah :
“ Everything I do, I do it for You,”
Yup, semua yang kita lakukan, yang kita kerjakan seharusnya hanya untuk Dia. Hanya untuk kemuliaan nama-Nya.

God bless,,

Singleness Season



I love my singleness season!

I enjoyed it! I enjoy every second of this season.

Aku menikmati waktu-waktu dimana aku bisa terjun pelayanan di gereja, bisa ikut macam-macam kegiatan di luar rumah, aku menikmati pekerjaan aku, aku menikmati saat-saat aku bisa keluar sampai malam, aku menikmati saat-saat aku bisa duduk di tempat tidur dan baca buku sepuas mungkin, aku bebas mencoba berbagai resep masakan, doing housekeeping dan menulis.

Aku menikmati saat-saat bersama teman-teman aku, mengenal orang-orang baru.

Aku menikmati masa-masa ini, dimana aku focus untuk mengejar panggilan hidup dan mimpi-mimpi aku.

Aku menikmati saat-saat kencan berdua dengan Tuhan Yesus, jam 4 subuh sampai jam setengah enam pagi, juga saat aku menyembah-Nya jam 11 sampai jam 12 malam.

Aku menikmati saat aku menulis jurnal harian aku, juga menulis surat untuk my future husband.
Aku menikmati panggilan aku untuk melayani anak-anak remaja di gereja aku.

Aku belajar untuk menerima bahwa masa single aku adalah masa-masa yang berharga dan tidak untuk disia-siakan.

Aku belajar bahwa justru di masa single, aku harus mempersiapkan diri aku untuk jadi penolong yang sepadan buat suami masa depan aku, juga ibu yang baik untuk anak-anakku.

Aku belajar prinsip cinta sejati di masa single ini. Aku belajar dari Allah yang adalah cinta itu sendiri.

Aku belajar bahwa aku tidak akan bisa mencintai pasangan aku dengan sungguh-sungguh dan murni, jika aku tidak mencintai Allah terlebih dahulu.
Aku belajar bahwa baik single, menikah ataupun menjadi ibu adalah sebuah panggilan. Dan tidak ada di antara panggilan tersebut yang lebih besar dari yang lainnya, ketiganya sama.

Aku belajar bahwa tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang bisa membuat aku feel complete, content, or secure selain My Heavenly Husband, Jesus Christ.

Aku belajar bahwa keputusan memilih pasangan hidup adalah keputusan terbesar kedua dalam hidup, setelah keputusan untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat hidupku.

Aku belajar untuk menaruh semua mimpi, cita-cita dan harapan aku di kaki Tuhan Yesus.

Aku menyerahkan pena kehidupan dan pena kehidupan cintaku pada Tuhan Yesus dan membiarkan Ia menulis cerita hidup dan cerita cintaku, yang aku percaya, pasti sangat indah.

Aku belajar bahwa untuk segala sesuatu ada masanya.

Dan sekarang aku berada di masa single.
Aku mau menghargainya dan menggunakan setiap detiknya untuk memuliakan Tuhan Yesus.
Akan tiba saatnya dimana aku menikah ataupun menjadi seorang ibu.

Saat dimana aku tidak bisa lagi terjun ke pelayanan gereja sebanyak yang aku lakukan sekarang.

Saat dimana aku tidak bisa lagi keluar rumah seenaknya, atau pulang rumah malam.

Saat dimana aku harus memikirkan suami dan anak-anak, menyediakan kebutuhan mereka dan memastikan mereka bahagia dan kebutuhan mereka tercukupi.

Saat dimana aku harus bangun pagi-pagi sekali dan mempersiapkan kebutuhan keluarga aku.

Saat dimana aku tidak bisa berlama-lama ‘dating’ dengan Tuhan Yesus karena harus mengurus rumah tangga aku.

Saat dimana aku tidak bisa sering ngobrol dengan teman-teman aku karena sibuk mengurus rumah.

Saat dimana…aku harus mengorbankan kepentinganku untuk kepentingan keluargaku.

Saat dimana…aku harus tunduk dan taat pada suami aku dan nggak bisa seenaknya ikut kemauan sendiri.

Menjadi isteri dan seorang ibu, adalah mimpi aku juga.
Dan bila saat itu tiba, aku juga mau belajar dari Tuhan Yesus bagaimana melakukan itu semua demi kemuliaan nama-Nya.

Karena sekali lagi, baik single, menikah ataupun menjadi seorang ibu adalah sebuah panggilan.

Aku menantikan saat dimana aku bertemu dengan seseorang yang Tuhan sediakan untukku, seorang godly man yang telah berdoa untukku, seperti aku telah mendoakannya selama ini.

Tapi, jika Tuhan menginginkan aku menjalani masa single seumur hidupku, aku siap, karena sebesar apapun keinginan aku akan sesuatu, tidak akan lebih besar dari keinginanku untuk mengenal-Nya dan melakukan kehendak-Nya dalam hidupku ^^.

Masa single… adalah masa yang harus dihargai dan dimanfaatkan sebaik mungkin.

I decided to enjoy my singleness season also cherish it.

So when 10 years, 20 years, or maybe 30 years from now, when I look back my past, I wouldn’t regret it ^^

We Don't Need to Understand, Just Obey


A couple days ago, when I opened my Y!Mail, I found an email from Streams in the Desert. 
For more than a year, that devotional had encouraging me with they words, stories or quotes. 
Feel so blessed and grateful!

Akhir-akhir ini, aku lagi struggle dengan yang namanya ‘His will’ upon my life. 
Lagi dalam masa-masa kebingungan, kadang galau (hehehe). Aku ingin mendengar suara Tuhan yang bcara langsung kepadaku,
“ Ini lho, Farha, yang aku inginkan dari kamu….” Dst.

Tapi setelah membaca tulisan ini, somehow a peaceful feeling grow inside me.

Learn also to wait on God for the unfolding of His will. Let God form your plans about everything in your mind and heart and then let Him execute them.
Do nit possess any wisdom of your own.
For many times His execution will seem so contradictory to the plan He gave.
He will seem to work against Himself.
Simply listen, obey and trust God even when it seems highest folly to do. He will in the end make “all things work together” but so many times in the first appearance of the outworking of this plans.
So if you would know His voice, never consider results or possible effects. Obey even when He asks you to move in the dark.
He himself will be gloriously light in you.
And there will spring up rapidly in your heart an acquaintanceship and a fellowship with God which will be overpowering in itself to hold you and Him together even in the severest testings and under most terrible pressures.

Tuhan lagi mengajarkan sesuatu yang baru sama aku, yaitu ketaatan.
Ada beberapa hal yang nggak masuk akal (menurutku :p) yang terjadi dalam proses ini.

Seperti… kenapa Tuhan malah cut sebagian penghasilan aku di saat aku benar-benar lagi butuh dana buat lanjut kuliah?
Padahal ini rencana Tuhan.

Kemudian, kenapa Tuhan kasih timing yang ‘nggak’ tepat? Aku lanjut kuliah di saat musim pemilihan pengurus komisi yang baru akan dimulai, dan mengundang banyak sekali asumsi dan komentar negative di antara orang-orang?

Awalnya, aku nggak mengerti kenapa.
Dan akhirnya aku sadar kalau Tuhan tidak perlu kita mengerti apa yang Ia lakukan, yang Ia butuhkan dari kita adalah ketaatan untuk tunduk dan melakukan apa yang Ia perintahkan juga menaruh kepercayaan pada-Nya.

Sekarang sih, meskipun sedikit demi sedikit, aku mulai mengerti apa maksud Tuhan.
Meskipun penghasilanku berkurang, tapi aku tidak pernah berkekurangan. Aku bersyukur karena aku nggak pernah pinjam uang dari orang lain, yang ada aku meminjamkan uang ke orang lain.
Dan di saat-saat aku  pikir kondisi keuangan aku gak bakal cukup, ternyata bisa cukup dan bahkan lebih!

I learned about God’s supernatural providence to me!

Di saat penghasilanku di-cut, puji Tuhan,aku masih bisa menabung untuk biaya kuliah dan tetap memberi persembahan di gereja.
Aku rasa Tuhan sedang mengetes komitmen aku pada-Nya.
Seberapa peka aku dengar suara-Nya dan seberapa besar kepercayaan aku terhadap janji-janji-Nya?
Pergi di saat pemilihan akan dimulai memang mengundang asumsi dan komentar negatif sana-sini, tapi Tuhan ingin aku tetap taat dan percaya pada-Nya.

Apa aku akan terpengaruh dengan omongan orang-orang di sekitar aku atau ingat sama janji Tuhan?
Ya, apa yang Tuhan lakukan sering kelihatan berlawanan, bertolak belakang dengan apa yang Ia janjikan.

Tapi bukankah iman kita karena kita percaya dan bukan karena melihat?

Once again, God doesn’t need us to understand why, but just simply listen, obey and trust Him.

God bless,,

Rabu, 03 April 2013

Obedience


Selama dua minggu terakhir ini, aku membaca buku ‘Crazy Love’-nya Francis Chan. Jujur saja, isi buku itu benar-benar menempelak. Intinya sih Francis Chan ingin agar kita benar-benar menghidupi Kristus dalam hidup kita. Benar-benar mencintai Tuhan, dan menjadikan Tuhan itu focus dalam kehidupan kita. Francis Chan memaparkan bagaimana sih hidup radikal itu.

Pas baca buku itu, aku jadi semangat lagi mengejar panggilan hidup aku dan melayani Tuhan di gereja aku yang sekarang. Aku juga jadi sadar bahwa wujud kasih yang sebenarnya itu adalah memberi.  Sama seperti Kristus telah memberikan segala yang Ia miliki, bahkan nyawa-Nya untuk aku, demikian pula yang harus aku lakukan. Memberi kepada orang lain.

Overall buku itu recommended banget buat dibaca, dan aku tertarik untuk buat review buku tersebut, jika punya waktu, hehehe…

Actually, akhir-akhir ini aku lagi menggumuli tentang rencana aku untuk lanjut kuliah lagi.
Aku sempat ragu apakah ini rencana Tuhan buat aku. Soalnya, dengan pergi sekolah, aku akan meninggalkan pelayanan yang aku lakukan selama ini. Hal itu berat buat aku. Dan aku sempat mikir, apa itu benar-benar rencana Tuhan kalau aku harus meninggalkan pelayanan yang aku lakukan sekarang?
Aku takut kalau aku nggak dengar baik-baik suara Tuhan, nggak peka sama Roh Kudus, sehingga nantinya salah ngambil keputusan. Keputusan yang aku ambil akan berdampak besar buat hidup aku.

Jujur saja, aku sangat, sangat, sangat ingin kuliah lagi. Aku ingin kuliah sampai S2. Aku sudah menggumulinya selama hampir 3 tahun ini dan sekarang Tuhan buka kesempatan aku untuk sekolah lagi.
Selama proses itu, aku melihat penyertaan Tuhan. Mulai dari aku nggak lulus tes masuk saat melamar pekerjaan, terus akhirnya kerja di kampus aku di bagian laboratorium, dan banyak banget pergumulan dan tantangan yang aku hadapi di tempat kerja, yang membuat aku makin tumbuh dan makin dekat dengan Tuhan. Aku merasakan kalau Tuhan mengajarkan aku banyak hal agar aku makin bertumbuh dan dewasa dalam iman.
Tuhan benar-benar mengubah aku.

Salah satu pelajaran penting yang Ia ajarkan kepadaku adalah untuk melepaskan semua keinginan dan cita-citaku di bawah kaki-Nya dan membiarkan Ia yang menulis kisah hidupku.

Aku belajar untuk punya iman. Kalau Tuhan nggak pernah merancangkan sesuatu yang buruk dalam hidup anak-anak-Nya. Dan rencana-Nya dalam hidup kita itu, terkadang di luar pemikiran kita, jauh lebih besar dan tak terbayangkan. Itu nggak mudah. Karena iman berarti melepaskan segalanya, dan benar-benar menaruh pengharapan akan janji-janji Tuhan.
Tapi sekarang aku sudah mengerti dan sudah menaruh semua keinginan dan cita-cita aku di bawah kaki Tuhan Yesus.

Puji Tuhan, pertengahan tahun lalu, orang tua aku akhirnya mengizinkan aku untuk lanjut kuliah di luar daerah. Aku benar-benar mengucap syukur karena Tuhan memberikan apa yang jadi keinginan hati aku.
Aku mulai mencari-cari perguruan tinggi yang akan kumasuki dan ternyata prosesnya juga nggak gampang. Banyak pertimbangan-pertimbangan, aku minta masukan-masukan dari senior-senior aku juga teman-teman aku dan tentunya meminta hikmat dari Tuhan, dimana Ia berkenan untuk aku kuliah.
Setelah aku menemukan perguruan tinggi yang aku akan masuki, nah kecemasan dan ketakutan justru mulai merayapi hati aku. Ada saat-saat dimana aku mau menyerah saja, nggak usah lanjut kuliah lagi karena ketakutan-ketakutan itu.

Dan Tuhan kembali mengajari aku untuk menaruh semua kecemasan dan ketakutan itu ke dalam tangan-Nya. Tuhan mengingatkan aku setiap saat kalau meskipun aku  nantinya bakal jauh dari orangtua, teman-teman, komunitas gereja aku, Dia tetap bersama aku.
Aku nggak perlu takut karena Dialah penjagaku.
And then, kini tinggal beberapa bulan sebelum aku pergi.

Justru goncangannya makin hebat, karena aku mulai meragukan apa ini benar-benar janji Tuhan untuk aku sedangkan jika aku pergi itu artinya aku meninggalkan pelayanan yang aku lakukan.
Banyak orang yang berasumsi kalau aku mau lari dari pelayanan. Banyak orang yang berasumsi kalau aku nggak mau ditunjuk jadi pemimpin, that’s why aku pergi sekolah sebelum musim pemilihan pengurus baru itu dimulai.

Jujur saja, aku nangis di kamar setelah mendengar hal tersebut. Sedetik pun aku nggak pernah punya pikiran untuk meninggalkan pelayanan aku. Aku malah terbeban untuk terus melayani mereka, apalagi dengan keadaan saat ini, dimana adik-adik remaja aku butuh banyak bimbingan dan binaan.
Aku benar-benar bingung dengan apa yang harus aku lakukan.
Lanjut sekolah dan meninggalkan pelayanan aku?
Atau menyerah terhadap mimpi aku dan terus pelayanan?
Sejujurnya, aku lebih memilih untuk sekolah, sebagian besar hati aku memilih untuk itu.
Tapi, aku takut kalau ternyata hati aku itu menipu, dan aku terlalu terkonsumsi dengan keinginan hati aku dan akhirnya menulikan telinga aku dari suara Tuhan.
Tiap hari aku bergumul dengan hal itu, sampai aku benar-benar kebingungan dan finally nangis di kamar sama Tuhan.

Sometimes, aku iri melihat teman-teman aku yang dengan mudahnya ngambil keputusan. Nggak mempertimbangkan macam-macam. Kayaknya gampang saja untuk memutuskan sesuatu.
Berbeda sekali dengan aku. Karena aku sudah commit sama Tuhan, kalo setiap langkah yang aku mau ambil dalam hidup aku harus berpadanan dengan kehendak Tuhan.
Dan finally jadi rumit begini, bikin aku stress sendiri…

Kenapa sih Tuhan nggak langsung bilang saja, aku harus pergi sekolah atau aku tetap tinggal dalam keadaan aku yang sekarang?
Akhirnya aku sadar kalau Tuhan sedang mengajariku hal baru.
KETAATAN.
Malam-malam ketika aku nangis ke Tuhan….Tuhan mengingatkan aku tentang Abraham.
Ketika Ia menyuruh Abraham untuk mengorbankan Ishak, anak satu-satunya, anak yang didapat berdasarkan janji Tuhan untuknya.
Bayangkan saja, Abraham menunggu bertahun-tahun lamanya untuk mendapatkan Ishak, menunggu begitu lama sampai Tuhan menggenapi janji-Nya tentang seorang anak.
Ishak, bagi Abraham bukan hanya seorang anak kandung, atau seorang ahli waris, tapi bukti dari janji Tuhan untuknya.
Dan sekarang, Tuhan bilang untuk mengorbankan Ishak,anaknya?
Tapi, Abraham tetap taat. Abraham membawa Ishak ke bukit Moria, untuk mengorbankannya sebagai Korban bakaran di hadapan Tuhan.
Tepat ketika Abraham hendak membunuh Ishak, Tuhan menghentikannya.
Tuhan ingin melihat ketaatan Abraham, Tuhan ingin menguji iman Abraham kepada-Nya.

Dan Tuhan rupanya ingin aku belajar hal yang sama.
Tuhan ingin menguji iman aku, ingin menguji ketaatan aku. Ingin menguji komitmen yang aku buat di hadapan-Nya.
Segala sesuatu yang aku inginkan tidak akan lebih besar dari keinginan aku untuk mengenal-Nya dan melakukan kehendak-Nya dalam hidup aku.
Tuhan belum reveal sampai sekarang ke aku, apa aku lanjut sekolah atau tetap tinggal, karena Ia ingin melihat sejauh mana aku bisa pegang komitmen aku, sejauh mana aku bakal taat sama perintah-Nya, sejauh mana aku menaruh iman aku kepada-Nya.
Aku memutuskan untuk menaruh semua mimpi aku, termasuk untuk lanjut kuliah lagi di mezbah korban bagi Tuhan.
Aku memutuskan untuk taat akan setiap kehendak Tuhan dalam kehidupan aku.
Aku mau seperti Abraham yang taat dengan setiap kehendak Tuhan dalam hidupnya,meski itu secara manusia, sangat sulit.

Semuanya, kakak-kakak blogger,, can you pray for me?
Agar aku bisa lebih peka dengar suara Tuhan, dan bisa berjalan terus dengan iman, juga terus pegang komitmen aku.

 God bless,,



Sukacita Melayani



"Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu.”


Selamat Paskah semuanya!!!

Di minggu-minggu menjelang Paskah kemaren, aku banyak diajarin Tuhan. Salah satunya lewat pengalaman yang aku alami saat ikut pelayanan untuk ibadah Paskah di gereja aku.

Sekitar satu bulan yang lalu, aku dan beberapa orang teman sepelayanan di gereja diminta untuk berpartisipasi dalam ibadah perayaan Paskah di gereja aku. Permintaan ini disanggupi oleh kami semua, dan kami pun mulai membicarakan konsep acaranya dan pembagian tugas masing-masing.

Saat itu, aku dan salah satu temanku ditugaskan di bagian tarian. Pokoknya tarian tentang Paskah. Aku dan teman aku pun menyanggupi. Jujur saja, kami sama-sama excited, karena sudah cukup lama juga sejak kami berdua melayani lewat tarian di gereja. Setelah diskusi soal lagu yang bakal dipakai akhirnya dipilih lagu 'We are the Reason". Kami latihan tarian lagu “ We are the Reason” dengan dua orang teman yang lain.
Karena kami dua-duanya kerja, aku juga sering pulang malam, kami jadi jarang latihan. Hanya bisa seminggu itu 1-2 kali latihan. Padahal gerakan tariannya cukup sulit, menghafalnya sudah cukup sulit, apalagi kami harus menyelaraskan gerakan masing-masing, dan sesuai konsepnya, kita menari diiringin band, live performance, jadi harus latihan juga sama band-nya.

Menyesuaikan waktu antara kerja, belum lagi pelayanan dan ibadah-ibadah plus diselingi latihan-latihan membuat aku sempat kelelahan, tapi aku tetap berusaha untuk bersukacita di tengah semua itu :D. 
Aku sangat,sangat bersemangat buat menampilkan tarian ini di hari Paskah nanti. Makanya, meskipun gak ada latihan, tiap pagi dan sore aku latihan sendiri di rumah.

Tapi, seminggu sebelum Paskah, tiba-tiba temanku bilang kalau kami batal menampilkan tarian tersebut. Sebagai gantinya, aku dan dia jadi singers di ibadah Paskah nanti.
Saat mendengarnya, jujur, aku kecewa berat dan sedikit kesal.
Rasanya seperti semua kerja keras, effort dan pemberian diri aku selama ini tuh jadi sia-sia.
Aku mati-matian latihan tiap hari, tapi ternyata gak jadi. 
Aku kesal, dan walaupun nggak ngomel di depan orang-orang, dalam hati aku mengeluh.

Sukacita aku tiba-tiba lenyap untuk pelayanan kali ini, aku jadi malas buat latihan singers.

Bahkan, aku datang dengan wajah yang nggak enak banget diliat pas latihan,hahahaha… (klo dingat-ingat sekarang, aku benar-benar maluuu >,<)

Tapi, aku akhirnya sadar kalo attitude aku itu buruk banget di hadapan Tuhan. Seharusnya aku nggak boleh kehilangan sukacita saat mau melayani Tuhan. Yah, wajar kalau aku jadi kecewa ketika sesuatu yang tidak aku inginkan terjadi, tapi itu bukan berarti aku jadi ogah-ogahan dalam melayani Tuhan.
Tuhan menegur aku… Tuhan bilang aku bersikap tidak dewasa, dan sikap aku itu sama sekali tidak berkenan di hadapan-Nya.
Aku jadi malu sendiri sama sikapku yang pilih-pilih dan suka merajuk karena hal yang kecil seperti ini.

Tuhan Yesus, ampuni Farhaaaa >,<!

Aku pikir, Tuhan tidak ingin aku melayani-Nya lewat tarian kali ini. Ia ingin mendengar suaraku untuk memuji dan bersorak-sorai bagi-Nya. Aku seharusnya gak perlu kecewa apalagi sampai tawar hati ketika Tuhan “mengganti” peranku di pelayanan kali ini.
Toh, tidak ada pelayanan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Orang yang melayani Tuhan sebagai pembawa firman Tuhan, singers, penari rebana, pemain band, ataupun tugas sederhana seperti operator LCD ataupun pembawa pundi persembahan, sama di hadapan Tuhan, tidak ada yang lebih istimewa atau lebih hebat.

Yang Tuhan inginkan ketika kita melayani Dia adalah apakah motivasi hati kita sungguh-sungguh untuk Dia.
Apakah kita memberikan yang terbaik dari kita saat melayani Dia?
Apakah kita sungguh-sungguh mau memuliakan Tuhan saat terlibat pelayanan, bukan mencari pujian untuk diri sendiri?

Lagipula, bukan kita yang memilih ‘tugas’ kita dalam pelayanan, melainkan Tuhan.
Tuhanlah yang menentukan peran atau tugas kita dalam sebuah pelayanan.
Yang dituntut dari kita adalah pemberian diri, ketaatan serta sukacita dalam melakukannya.
Ketika kita melakukan pelayanan untuk Tuhan, sekecil apapun itu, Tuhan menghargainya.
Ketika kita sungguh-sungguh memberi diri untuk melayani Tuhan, Tuhan tersenyum bangga.
Dan apalagi yang lebih berarti di dunia ini, selain daripada menyenangkan hati Tuhan melalui perbuatan-perbuatan dalam hidup kita.
Kita mengucapkan kalimat, “ Aku mencintai-Mu Yesus” tiap hari, wujudkan ungkapan cinta kita lewat pemberian diri dalam pelayanan Tuhan.
Sebagai apa kita berperan atau ditugaskan dalam pelayanan, itu tidak terlalu penting.
Paling penting itu, kita menerima dan melakukannya dengan sukacita dan motivasi yang benar, demi kemuliaan Tuhan Yesus.
Jangan sia-siakan setiap kesempatan untuk melayani Tuhan dalam hidup kita.
Itu pelajaran yang aku dapat lewat peristiwa kali ini.

And thank God, karena di ibadah Paskah kemarin, aku dan teman-teman yang lain bisa melayani Tuhan dengan penuh sukacita, penuh semangat, dan benar-benar total, tidak ada beban dalam hati.

Semuanya all out buat Tuhan Yesus!

Dan sukacitaku pun bertambah karena pelayanan kami memberkati semua jemaat yang hadir. Aku bersukacita karena aku merasakan hadirat Tuhan begitu nyata saat ibadah.
Pokoknya, pas hari Minggu itu aku benar-benar bahagia, bersukacita, dan aku merasa ingin peluk Tuhan Yesus karena Dia itu luar biasaaaaaa banget! Hahahaha…

Jadi keingat ayat ini,, 
Kolose 3: 23 "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."

God bless,,