Selasa, 26 November 2013

(Re-post) Her Body, Her Self, and Her God

The Minneapolis Star-Tribune   (October 23,  p. A18)  carried Mary McCarty’ s  review of   Joan Brumberg’s  recent  book,  The Body Project .  The book is about  the difference between how girls saw  themselves 100  years ago and how  they  see  themselves  today.  Brumberg analyzes diaries of adolescent  girls  from  the 1830’ s  to  the 1990’ s.  Her  conclusion,  according  to  the  reviewer:   “In the 19th and early 20th  centuries,  girls’  diaries  focused on ‘ good works’  and perfecting  the character.   In  the 1990’ s,   the diaries are  fixated on  ‘ good  looks, ’  on perfecting  the body. ”

For example, one diary from 1892  says,   “Resolved…to  think before  speaking.  To work seriously. To be self-restrained  in  conversations and act ions.  To be dignified.   Interesting myself more in others. ” Contrast   this with an entry  from 1982:   “I  will   try  to make myself  better  in any way  I possibly  can with  the help of  my budget  and babysitting money.   I  will  lose weight ,  get  new lenses,  already got  new haircut ,  good makeup,  new  clothes and accessories. ”

From a biblical standpoint ,  what   is  remarkable about   this  shift   from 1892  to 1982  is  that   it parallel s exactly  the  shift  described  in  the Bible away  from what  God wills  for women.  Consider the shift  of focus  from  “good works”  to  “good  looks. ”

Likewise,   I  want  women  to adorn  themselves with proper  clothing,  modestly and discreetly,  not  with braided hair and gold or pearl s or  costly garments,  but  rather by means of  good works , as is proper  for women making a  claim  to godliness.   (1 Timothy 2:9-10)

Your adornment  must  not  be merely external —braiding  the hair,  and wearing gold jewelry,  or putting on dresses;  but   let   it  be  the hidden person of   the heart ,  with  the imperishable quality of  a gentle and quiet   spirit ,  which  is precious  in  the  sight  of  God…you have become  [Sarah’ s]   children  if   you do what   is  right  without  being  frightened by any  fear.   (1 Peter 3:3-4, 6)

Brumberg’s  diagnosis of   the problem  seems  to miss  the mark.  She writes,   “Today,  many  young girl s worry about   the  contours of   their bodies…because  they believe  the body  is  the ultimate expression of   the  self . ” That may be true.  But   it   is not  helpful ,  because  it  gives  the  impression  that something else besides  the body  is  the ultimate expression of   the  self .   In other words,  Brumberg seems  to assume  that   self   is  the  starting point ,  and expressing  the  self   is what   life  is all  about .

The problem,   then, would be  just   finding out  what   the  “ultimate expression of   the  self ”  is. 
The Bible has a radically different diagnosis of the problem.  It has a radically different starting place.  
The verse I left  out   from 1 Peter 3  says,   “In  former  times  the holy women also,  who hoped in God ,  used  to adorn  themselves,  being  submissive  to  their own husbands”  (verse 5). 
The biblical   staring point in dealing with the fear of looking unacceptable is God.  Does a woman “hope in God, ” or hope  in  the approval  of  men? This is the  key  to  “not  being  frightened by any fear”  (verse 6).  This  is  the  key  to being  free  from bondage  to  the mirror.

The biblical  goal  of  a woman’ s  life  i s not   to  find  the ultimate expression of   the  self   (neither  “body” nor  “character”).  The biblical goal   in life is to express  the all-satisfying greatness and trustworthiness of  God.  Expressing God, not self ,  is what  a godly woman want s  to do.  Excessive preoccupation with  figure and hair and  complexion  is a  sign  that   self ,  not  God,  has moved  to  the center.  With God at   the  center—like  the  “sun, ”  satisfying a woman’ s  longings  for beauty and greatness and  truth and  love—all   the  “planets” of   food and dress and exercise and  cosmetics and posture and  countenance will   stay  in  their proper orbit .

If this happens, the diaries of the next generation will probably go beyond looks and   character, and  speak of   the greatness of  God and  the  triumphs of  hi s grace.  And  they will  more often be written  from Calcutta  than  from  the  comfortable  cabins of  rural  America.

Source:
Pastor  John ©2012 Desiring God Foundation.  
By John Pi per.  ©2012
Desiring God Foundation.  Website:  desiringGod.org


Senin, 28 Oktober 2013

Cerita UTS Validasi

 Jumat pagi ini, saya ke kampus buat ngumpulin tugas plus ujian tengah semester salah satu mata kuliah yang saya ambil semester ini, Validasi Alur Produksi.
Hhh, bagi saya, mata kuliah ini salah satu ‘pergumulan’ semester ini :p .
Tugasnya bikin saya gak bisa tidur nyenyak selama seminggu, dan ujiannya bikin saya mau nangis T.T.
Seumur-umur saya kuliah, gak pernah ada satu mata kuliah yang bikin hidup saya menderita kayak gini, dan ini bukan mata kuliah wajib pula, tapi masuk MKP ( mata kuliah pilihan ) di kampus saya, jadi sebenarnya saya masih bisa pilih mata kuliah yang lain.

Tugas dan UTS-nya itu tulis tangan, di kertas A4. Meskipun ujiannya take home n dikasih waktu 2 hari, saya benar-benar bergumul karena selain tulis tangan, dan emang pegel nulis di kertas A4, jawabannya itu 10 lembar.
Tugasnya disuruh pilih bentuk sediaan farmasi (saya milih bikin tablet vitamin B1 metode kempa langsung) terus dibikin formulasinya, alur produksi sampai pengujiannya, plus validasi proses produksi sediaan saya itu. Karena validasi itu minimal datanya 3 bets, jadi semuanya itu bikin 3 rangkap. Semuanya ditulis tangan di kertas A4…. JEDEEERRRR… Dan jadilah saya nulis 31 lembar. Itu belum dihitung lembar yang salah-salah, yang tulisannya udah kayak cakar ayam saking kecapekan, sebel, n makan hati nulisnya. Jadi total tugas sama ujiannya 41 lembar…. Tangan saya masih sakit kalau pegang pulpen, hehehe,

Pagi itu, sementara lanjutin bikin tugas, saya ngeluh sama Tuhan, saya sempat bilang,
“ Tuhan, ini minimal saya dapat B dong, yah… saya udah capek bikinnya ini. Kalo dikasih C, saya nggak terima!”

Sorenya, pas saya ingat-ingat lagi, merenungkan lagi tugas dan ujian mata kuliah ini, saya keingat sesuatu.
Dosen yang ngajar mata kuliah ini, selain emang QA (Quality Assurance) manager di salah satu perusahaan bidang farmasi, beliau juga pemimpin redaksi ISO Indonesia, bisa dibilang ia benar-benar qualified di bidang Farmasi Industri, apalagi soal validasi produksi sediaan farmasi.

Tuhan ingetin saya, betapa beruntungnya saya bisa diajar oleh beliau, yang background-nya benar-benar ‘wah’ menurut saya, orangnya juga pintar, saya dan teman-teman sering nanya kalo lagi kuliah dan beliau selalu memberi jawaban yang memuaskan. Kuliahnya juga enak, beliau gak banyak menjelaskan teori, tapi kuliahnya lebih banyak interaktif, plus beliau juga suka bercanda. Also, beliau suka nantangin mahasiswanya, lho… Saya jadi termotivasi untuk belajar lebih sungguh-sungguh karenanya J

Dan meskipun tugasnya seabrek, tiap minggu harus bikin rangkuman kuliah dan tugasnya susyaaaah apalagi pake acara tulis tangan di kertas A4, tapi kalo diingat-ingat lagi, justru dengan cara seperti itu beliau memacu saya dan teman-teman untuk belajar di rumah, belajar pake nalar, belajar aplikasi langsung teori yang kami pelajari. Gara-gara tugas yang 31 lembar itu juga, saya jadi lebih ngerti tentang validasi proses produksi sediaan farmasi, dan itu benar-benar masuk ke otak, kayaknya nggak bakal lupa juga deh, hehehe…  Gimana mau lupa, itu nulisnya 3 rangkap wkwkwkwk… untung dosennya gak nyuruh bikin 30 bets, hhhh….

Saya langsung merasa maluuuu >,<…
Betapa saya nggak mengucap syukur, betapa saya suka bersungut-sungut.

Tuhan juga ingetin saya, bahwa Ia juga kayak dosen saya ini.
Ia izinkan masalah, tantangan dan pergumulan dalam hidup saya, bukan karena Ia ingin saya menderita, tapi Ia ingin saya belajar apa yang Ia ingin ajarkan kepada saya.
Kalo saya sudah belajar apa maksud dan rencana Tuhan lewat masalah dan pergumulan yang saya hadapi, baru deh Tuhan kasih lulus saya dari kelas itu, baru Tuhan angkat masalah itu atau Ia kasih jalan keluar.
Kalo saya sudah berubah, baru deh Tuhan anggap saya lulus.

Saya suka mengeluh karena tugas dosen saya ini…. Sama, saya juga ngeluh sama Tuhan ketika kondisi-kondisi tidak menyenangkan terjadi dalam hidup saya.

Saya pasti nggak seneng kalo dosen saya kasih tugas yang bikin otak saya mumet sepanjang minggu,…. Saya juga nggak bersukacita ketika Tuhan ijinkan masalah hadir dalam hidup saya.

Tapi seperti dosen saya, yang ngasih tugas yang susaaaaah n banyaaaakkk karena beliau  ingin saya belajar dan benar-benar mengerti materi yang ia kasih dan agar saya nggak lupa isi kuliahnya….
Tuhan pun punya tujuan kenapa Ia mengijinkan masalah itu hadir dalam hidup saya.

Bisa dibilang sebenarnya masalah itu anugerah dari Tuhan, karena tanpa masalah, tanpa kondisi-kondisi tidak menyenangkan, tanpa orang-orang yang nyebelin hadir dalam hidup saya, saya nggak bisa belajar menjadi semakin serupa dengan Kristus, saya nggak akan berubah menjadi seperti yang Ia inginkan, level iman saya mentok di level bayi, hehehe… Saya nggak akan bertumbuh dan yang pasti saya nggak akan bisa melihat kasih setia Tuhan dalam hidup saya, betapa besar Ia mengasihi saya, dan betapa luar biasanya pemeliharaan Tuhan!

Jadi ingat sebuah lagu yang judulnya “ Pelangi Kasih”

Apa yang kau alami kini
Mungkin tak dapat Engkau mengerti
Satu hal tanamkan di hati indah semua yang Tuhan b’ri
Tangan Tuhan sedang merenda suatu karya yang agung mulia
Saatnya kan tiba nanti kau lihat pelangi kasih-Nya

Sebanyak apapun tantangan, masalah dan pergumulan yang kita hadapi, jangan menyerah atau putus asa, apalagi menyalahkan Tuhan. Yakin bahwa semua itu worth it dengan hasilnya, bahwa Tuhan mengijinkan itu terjadi bukan karena Dia nggak sayang atau nggak peduli dengan hidup kita dan ingin kita menderita, tetapi justru sebaliknya, karena Ia ingin hidup kita jadi lebih baik, kita mengalami perubahan dalam hidup kita, dan Ia ingin kita melihat kasih-Nya yang begitu melimpah untuk kita.



PS :
Kenapa saya bisa milih mata kuliah Validasi Alur Produksi?
Itu karena temannya temen saya, pas ditanyain gimana mata kuliah ini, dia bilang dosennya baik dan nilainya gede, so akhirnya aku milih masuk mata kuliah ini, hehehe…. But, usut punya usut, ternyata gak seperti itu yang saya dengar akhirnya. Katanya sih kalau mata kuliah beliau emang susyaaaahh, banyak tugasnya, dan keluar nilainya lama, bisa sampai 2 tahun soalnya beliau ini sibuk, orangnya mobile, sering tugas ke luar kota, jadi mungkin gak ada waktu kali ya buat meriksa ujian apalagi mengolah nilai, dan mungkin itulah penyebabnya jumlah mahasiswa yang ikut kuliah beliau sedikit :p
Waktu dengar itu, saya sempat takut…ck, apa nilai B itu ‘mustahil’ yah? Jangan-jangan, saya sudah susah-susah ngerjainnya eh, malah gak diperiksa n nilainya asal tembak aja. Saya takut gak lulus :O
Tapi waktu itu Tuhan ingetin saya lagi,
“ Itu Cuma nilai, Farha. Yang lebih penting apa, ilmunya kan? Jangan cemas soal nilai. Orang benar tidak akan dipermalukan,”
Saya langsung terdiam.... :p
Fiuhhhh…  memang Tuhan itu luar biasaaaaaa #pelukTuhanYesus

God bless,, 

Sabtu, 10 Agustus 2013

Like Bruised Reed


Pas Saat Teduh pagi ini, aku membaca dalam Yesaya 42 : 1 – 9. 

Di ayat 3 tertulis,

A bruised reed he will not break, and a smoldering wick he will not snuff out. In faithfulness he will bring forth justice. (NIV)

Actually, dalam ayat  1-9 diceritakan tentang Hamba Tuhan yang akan mengadakan pembebasan dan penyelamatan (ayat 7) dan keadilan bagi bangsa-bangsa (ayat 1), tapi yang paling menarik perhatian aku adalah ayat 3 tadi.

Kalau terjemahan bahasa Indonesianya,

Buluh yang patah terkulai tidak akan dipatahkannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum (TB)

Aku jadi sadar bahwa, akulah si buluh yang patah terkulai itu, sumbu yang pudar nyalanya.

Apa kesan kita saat melihat ranting buluh yang hampir patah dan terkulai? Angin bertiup sedikit kencang saja ia pasti langsung patah dan ditiup angin pergi. Lemah, rapuh, dan tidak berguna.

Dan apa yang diharapkan dari sumbu yang pudar nyalanya? Kalo versi NIV disebut smoldering wick, sumbu yang membara – sumbu yang sudah nggak ada lagi apinya, tinggal baranya. Apa lagi yang diharapkan darinya?

Tapi, Tuhan Yesus, dengan segala kelembutan-Nya, belas kasihan-Nya juga cinta-Nya, Ia tidak mematahkan buluh yang terkulai itu atau mematikan sumbu yang pudar nyalanya itu.

Dalam Yesaya 42 ini, aku melihat gambaran Tuhan Yesus yang penuh roh kelemahlembutan dan belas kasihan. Hati-Nya sungguh luar biasa, karena Ia masih mau melihat dan mengasihani manusia yang penuh dengan kelemahan, kekurangan dan juga dosa, seperti aku.

Bukan hanya dikasihani tapi juga memberikan anugerah keselamatan bagi diriku, kehidupan kekal setelah kematian, bersama-Nya. Wah, betapa aku dianggap berharga oleh Tuhan.

Setelah aku membaca ayat ini, aku menyadari sesuatu bahwa, aku berharga.

Aku berharga bukan karena aku pintar, atau cantik, atau rajin pelayanan, atau baik.

Aku berharga bukan karena apa yang aku miliki atau aku lakukan.

Sebenarnya, aku seperti buluh yang terkulai atau sumbu yang pudar nyalanya itu.

Tapi, aku berharga. Karena Tuhan menghargai aku. 

Itulah alasan kenapa aku berharga, karena di mata Tuhan aku ini berharga.

Jadi ingat lagu ini, judulnya Hidupmu berharga, udah lupa siapa yang nyanyi ^^.

Hidupmu berharga bagi Allah
Tiada yang tak berkenan di hadapan-Nya
Dia ciptakan kau s’turut gambar-Nya
Sungguh terlalu indah kau bagi Dia
Dia berikan kasih-Nya bagi kita
DIa t’lah relakan segala-galanya
Dia disalib tuk tebus dosa kita
Karena hidupmu sangatlah berharga
Buluh yang terkulai takkan dipatahkannya
Dia kan jadikan indah sungguh lebih berharga
Sumbu yang t'lah pudar takkan dipadamkannya
Dia kan jadikan terang untuk kemuliaan-Nya

Di tangan Tuhan, buluh yang terkulai dan hampir patah itu bisa jadi barang berharga.

Sumbu yang hampir pudar nyalanya itu, bisa dipakai-Nya untuk menerangi seisi rumah.

Luar biasa bukan Tuhan kita?

Aku benar-benar bersyukur dan bersukacita karena-Nya.



Courageous


Aku baru saja nonton film yang judulnya “ Courageous “, sounds like action movie from the title, but it’s not.


(sumber : Wikipedia.org)

Ini film rohani, yang menceritakan tentang lima orang pria, yang menyadari peran penting mereka sebagai seorang ayah dalam kehidupan anak-anaknya. Buat yang mau tahu lebih lanjut soal film ini, bisa baca sinopsisnya disini

Aku suka sekali film ini, dan mewek berkali-kali pas nontonnya. 

Memang ada adegan yang sedih, seperti pas puteri Adam Mitchell meninggal karena kecelakaan dan ia sangat terpukul. Tapi juga ada adegan yang mengharukan yang membuat aku mewek lagi. Seperti saat Nathan mengajak puterinya, Jade makan malam di restoran mewah dan mengatakan bahwa ia mengucap syukur karena Tuhan memberinya Jade sebagai puterinya yang cantik dan berharga, terus mereka buat komitmen antara ayah dan puterinya, bahwa Jade tidak akan menjalin hubungan dengan laki-laki selain persahabatan dan jika a akan pergi kencan dengan seorang laki-laki, maka itu harus sepengetahuan ayahnya.

Nah, yang paling berkesan buat aku dari film ini adalah pas mereka mendeklarasikan resolusi mereka sebagai ayah bagi anak-anaknya, aku coba cari di internet kata-kata di resolusi mereka, dan dapat. Ini dia resolusinya :

I do solemnly resolve before God to take full responsibility for myself, my wife, and my children.

I WILL love them, protect them, serve them, and teach them the Word of God as the spiritual leader of my home.

I WILL be faithful to my wife, to love and honor her, and be willing to lay down my life for her as Jesus Christ did for me.

I WILL bless my children and teach them to love God with all of their hearts, all of their minds, and all of their strength.

I WILL train them to honor authority and live responsibly.

I WILL confront evil, pursue justice, and love mercy.

I WILL pray for others and treat them with kindness, respect, and compassion.

I WILL work diligently to provide for the needs of my family.

I WILL forgive those who have wronged me and reconcile with those I have wronged.

I WILL learn from my mistakes, repent of my sins, and walk with integrity as a man answerable to God.

I WILL seek to honor God, be faithful to His church, obey His Word, and do His will.

I WILL courageously work with the strength God provides to fulfill this resolution for the rest of my life and for His glory.

As for me and my house, we will serve the Lord. – Joshua 24:15



Nah, pas nonton film ini, aku jadi teringat pentingnya peran ayah dalam kehidupan anak.

 Aku ingat dalam buku Ci Grace “Tuhan Masih Menulis Cerita Cinta”, tentang perjanjian antara ayah dan anak yang mereka buat, dan bagaimana hasil yang ia peroleh setelah itu. Juga tulisan soal itu di notes FB, yang bisa dibaca disini

Aku ingat tulisan Ci Shinta  tentang “ Mencari Ayah yang baik untuk Anak-anakku” yang bisa dibaca online di blognya  http://shintapoulsen.com.

Aku juga ingat tulisan tentang peran pria di artikel “ Five Pillars of Manhood" yang pernah aku baca.

Semua pelajaran, dalam hal ini hikmat yang aku dapat saat aku membaca itu semua, kini teringat kembali pas aku nonton film Courageous ini.

Banyak orang yang mengagung-agungkan  peran seorang ibu dalam kehidupan anaknya, aku juga merasa hal itu benar dan patut. Tapi, tidak sedikit orang yang menyepelekan peran ayah dalam hidup seorang anak. Padahal sebaliknya, peran ayah itu sangat penting dalam kehidupan anak-anaknya.
Seperti kata Ci Grace, ada hal yang tidak bisa diajarkan seorang ibu kepada anaknya, dan hanya bisa diajarkan oleh ayah mereka. Tulisannya bisa kalian baca di SINI.

Aku jadi ingat Papa aku sendiri.
Aku punya ayah yang bukan seorang Godly man, and I still pray for him every day.
Meskipun demikian, beliau mengajarkan aku banyak hal. 
Ia mengajarkan aku untuk bersikap seperti seorang lady dan menghargai diriku sebagai seorang perempuan.
Mama sering menceritakan kisah cintanya dengan Papa sama aku ^^, dan dari situ aku tahu kalau Papa sangat hormat, respect sama Mama aku, dan they have a strict boundaries about relationship, especially skinship.

Ia mengajarkan aku untuk punya hati yang besar dan tidak gampang berkecil hati. Papa selalu marah kalau dikit-dikit aku nangis, bukan karena nggak boleh nangis, tapi sejujurnya karena hatinya juga hancur saat anak-anaknya menangis (he told me later about that) dan ia tidak ingin anak-anaknya menjadi seorang yang lemah saat menghadapi tantangan.

Dan yang mungkin paling  berkesan buat aku adalah, ketika Papa negur aku yang bersikap baik dan rajin di gereja dan pelayanan juga sekolah, tapi malas kalau melakukan urusan rumah. Ia bahkan bicara langsung sama Penatua dan kakak-kakak Pembina aku setelah menegur aku secara pribadi. Itu pengalaman yang tak terlupakan deh, hehehe… Dari Papa, aku belajar pelajaran penting soal menjadi seorang wanita di usia remajaku, yaitu mendahulukan rumah dan keluarga. Bahwa perempuan, sesibuk apapun, setinggi apapun pendidikan dan jabatannya, gak boleh melupakan rumah dan keluarganya.

Aku sayang Papa aku dan rindu agar beliau bisa mengenal Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Papa memang seorang Kristen, opa aku itu pendeta jemaat di Tobelo, dan waktu muda dulu Papa sangat aktif di kegiatan gereja dan terlibat pelayanan. 
Apa yang menyebabkan beliau berubah? Aku mungkin akan cerita di tulisan yang lain, tapi aku bisa katakan kalau Papa mengalami kekecewaan sama Tuhan dan ia menyerah untuk kembali.

Ya, Papa aku memang baik dan mengajarkan banyak hal yang positif dalam hidup anak-anaknya, tapi karena ia bukan seorang Kristen yang lahir baru, aku juga turut merasakan dampaknya. Ada peristiwa yang membuat aku membenci Papa aku , itu terjadi pas aku kelas 1 SMP dan menyebabkan aku jadi benci sama laki-laki dan ingin jadi superior. Sekarang sih, aku sudah mengampuni Papa aku dan persepsi aku soal laki-laki itu sudah berubah, tapi sampai sekarang, perasaan nggak nyaman kalau bersama teman laki-laki itu masih ada.

Itu salah satunya dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang terjadi.
Bukan berarti aku tidak bersyukur atas sosok Papa yang Tuhan berikan dalam hidupku, tapi aku melihta sendiri gimana jadinya anak-anak kalau tidak ada sosok ayah yang Godly dalam kehidupan mereka.

Oke, kembali lagi….

Gara-gara nonton film Courageous dan kembali mengingat semua pelajaran-pelajaran yang aku terima dari buku maupun tulisan yang aku baca, aku semakin yakin untuk menemukan ayah yang baik buat anak-anakku kelak, ^^.

Ketika kita memutuskan untuk menikah dengan seorang pria, kita bukan hanya memilihnya untuk jadi suami kita tapi juga memilihnya menjadi ayah bagi anak-anak yang Tuhan berikan nantinya. Aku jadi semakin sadar pentingnya seorang ayah dalam kehidupan seorang anak.

Seorang ayah yang baik buat anak-anaknya, aku rasa bisa ditemukan dalam seorang pria yang cinta Tuhan. Pria yang mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh, ia pasti bisa mencintai isteri dan anak-anaknya kelak. Karena ia telah belajar dari kasih itu sendiri, yaitu Yesus Kristus.

Bagi yang belum nonton film Courageous, saya merekomendasikannya untuk ditonton, khususnya cowok-cowok, belajar untuk jadi ayah yang baik buat anak-anak kalian sejak sekarang. Dan buat cewek-cewek, buat komitmen untuk menikah dengan seorang pria yang akan menjadi ayah yang baik buat anak-anak kalian nantinya.


God bless,,

Jumat, 26 Juli 2013

Wisdom in Book "Youth Adagio"

Wisdom In Book Youth Adagio

Judul Buku                          : Youth Adagio
Pengarang                          : Alberta Natasia Adji
Kategori Buku                    : Novel
Penerbit                              : Lingua Kata, 2013

Saya membaca buku ini di bulan Mei 2013. Alasan saya membeli novel ini sebenarnya karena judulnya. Ada kata Adagio, yang merupakan salah satu istilah music, yang saya sukai.
Novel ini bercerita tentang seorang siswi SMA jurusan music yang bernama Kana Hyuuga. Ia sangat menyukai piano dan bercita-cita untuk menjadi pianis professional juga belajar di Conservatoire Paris. Hana sangat mencintai bermain piano dan berbakat, namun sayangnya ia selalu saja gagal ketika mengikuti kompetisi piano. Walaupun ia sudah berusaha semaksimal mungkin, tetap saja ia gagal. Hal itu diperburuk dengan salah satu teman sekolahnya, Hino. Hino yang sangat berbakat bermain piano dan selalu menjuarai kompetisi piano, selalu mengejek dan merendahkan Hana. Hal itu membuat Hana selalu merasa tertekan baik di sekolah maupun saat mengikuti kompetisi piano.
Hana kemudian bertemu dengan Nagano, pegawai toko kue di samping rumahnya. Nagano punya mimpi untuk menjadi patiserrie terkenal. Mereka berdua akhirnya dekat, namun Hana kembali mengalami kekecewaan karena Nagano ternyata punya hubungan masa lalu dengan Hino.
Hana merasa kalah dan tidak cukup baik. Ia merasa hidupnya selalu diperhadapkan pada hal yang sulit. Sekuat dan sekeras apapun ia berusaha, ia tetap saja tidak gagal. Keinginannya yang kuat untuk menggapai mimpinya membuatnya menjadi gadis yang mudah emosi, cepat tawar hati dan kadang tidak bersyukur dengan apa yang ia miliki saat ini, seperti orangtua dan sahabat juga guru yang perhatian dan sayang padanya. Fokus hidupnya hanyalah pada pencapaian mimpinya, sehingga ketika segala sesuatu tidak berjalan seperti yang ia inginkan, ia menjadi sangat sedih dan mencap diri sendiri sebagai orang yang gagal.

Hikmat yang aku dapat setelah membaca buku ini :
1.       Mengucap syukur
Saking fokusnya untuk mewujudkan mimpinya, Hana nyaris tidak melihat perhatian juga cinta dari orang tua, sahabat, dan gurunya. Ia juga nyaris kehilangan passion-nya untuk bermain piano, karena ia terlalu focus untuk memenangkan kompetisi. Ia tidak mengucap syukur dengan apa yang ia miliki sekarang.
Saya juga punya mimpi dan keinginan untuk saya capai, dan terkadang saya kecewa dan langsung down ketika apa yang saya impikan itu atau yang saya inginkan tidak bisa saya dapatkan, atau jalan menuju mimpi itu terlampau sulit buat saya. Tapi, saya jadi belajar bahwa mengejar dan mengusahakan mimpi kita itu baik, tapi jangan terlalu focus pada hal tersebut sehingga kita lupa dengan apa yang kita miliki saat ini.
Kita lupa ada begitu banyak berkat Tuhan yang kita miliki sampai saat ini, dan lupa mengucap syukur untuk itu. Saat kita gagal atau menghadapi tantangan yang sulit, kita menjadi kecewa dan down, kita merasa kita tidak punya apa-apa, padahal kita sebenarnya banyak hal yang berharga. Pandangan mata kita yang terlalu focus pada sesuatu yang kita belum capai, membuat kita tidak melihat banyak hal berharga yang sebenarnya telah kita miliki dan kita lupa mengucap syukur kepada Tuhan.

2.       Pencapaian yang lambat bukan berarti kalah atau gagal.
Saya menggarisbawahi sebuah percakapan antara Hana dan mendiang neneknya waktu ia masih kecil.
Nenek Hana berkata,
“ Mimpi tidak bisa diraih dalam waktu semalam seperti mimpi yang layaknya kau dapat saat tidur di malam hari. Karenanya, kau harus melewati proses kerja keras dan pengorbanan waktu yang lama untuk meraihnya. Bukankah itu mirip dengan istilah tempo dalam musik yang disebut adagio?

Mimpi tidak bisa tercapai dalam semalam. Ada proses yang di dalamnya berisi kerja keras dan pengorbanan waktu yang lama untuk meraihnya. Selain kerja keras, tantangan juga ada masa-masa penantian yang berat ketika kita ingin meraih mimpi. Orang sering tidak sabar, ingin meraih keinginannya dengan cepat, terburu-buru, tidak sabaran, sehingga sering putus asa bahkan mengambil jalan pintas untuk mendapatkannya walaupun itu bukan jalan yang benar.

Saya belajar bahwa pencapaian mimpi yang lambat bukan berarti kita gagal atau kalah. Justru dengan proses yang terasa ‘lambat’ itulah pribadi kita makin dibentuk dan ditempa. Justru dengan banyaknya tantangan yang me’lambat’kan kita, kita justru menjadi lebih kuat dan bijak. Justru dengan berjalan lebih ‘lambat’ kita mengamati sesuatu dengan lebih jeli dan teliti, memaknai sesuatu lebih baik, melihat hal-hal berharga yang akan terlewat dari pandangan kita ketika kita berjalan tergesa-gesa atau bahkan berlari.

3.       Segala sesuatu indah pada waktunya
Dalam pengantar novelnya, Alberta sempat menulis :
Adagio, novel ini mengajarkan pula bahwa dalam proses dan perjalanan panjang kita dalam meraih impian, bukan berarti kita harus terus berfokus pada tujuan dan memanfaatkan orang-orang di sekeliling kita sebagai batu pijakan. Justru sebaliknya, segala macam hal yang terjadi seiring perjalanan hidup kita dan setiap orang yang kita jumpai, meski sesingkat apapun, bukanlah sesuatu yang dapat dilupakan begitu saja.

Dan kembali saya mengutip perkataan nenek Hana padanya :

“ Adagio berarti perlahan-lahan atau lambat…. Bukankah akan lebih baik bila seseorang tidak sedemikian berambisi atau terburu-buru untuk mencapai impian dan tujuannya, melainkan menjalani dan menikmati seluruh proses kerja kerasnya dengan perlahan-lahan namun pasti?”

“ Ibarat hidup adalah sebuah sonata panjang yang tiap bagiannya memiliki not dan tanda tempo yang berlainan. Kita tak perlu begitu tergesa untuk menuju klimaks dari sonata itu, sebab asal kita memainkan sesuai dengan penghayatan, bagaimanapun kita akan menuju klimaks dengan kokoh. Sama halnya dengan kehidupan, justru dengan menjalaninya demikian, kau akan mendapat banyak sekali hal berharga dari sekitarmu, bahkan tidak kau sangka-sangka.”

Proses menggapai mimpi tidak mudah dan tidak singkat. Daripada merasa kecewa, sedih dan mulai menaruh self-pity pada diri sendiri, kenapa tidak menikmati perjalanan itu sesuai dengan ‘tempo’nya? Saya belajar untuk bersabar dan menanti dengan tenang penggenapan janji Tuhan dalam hidup saya, sambil berjalan mengikuti tempo yang telah Tuhan berikan. Setiap not-not dalam sonata hidup sudah diatur oleh Tuhan, dan kalau kita menjalaninya sesuai dengan arahan dari-Nya, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat, hidup kita akan seperti sonata indah. Lagipula, klimaks yang terlalu awal atau terlalu cepat, tidak enak didengar di telinga dan menjadikan sonata yang indah itu rusak meskipun not yang dimainkan tepat.
Segala sesuatu indah pada waktunya ( Pengkhotbah 3:11)…sungguh tepat sekali ^^.
Aplikasi yang aku lakukan setelah membaca buku ini :
1.       Saya belajar untuk mengucap syukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada saya di masa sekarang. Saya masih mengejar mimpi-mimpi saya, tapi saya tidak menjadikan mimpi-mimpi saya di masa depan menjadi satu-satunya focus dalam hidup saya. Saya sadar kalau saya memiliki banyak hal untuk dikerjakan di masa sekarang, contohnya quality time dengan keluarga saya dan pelayanan di gereja. Saya juga bersyukur untuk masa-masa sulit yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup saya sebagai bagian dari proses pengejaran mimpi-mimpi saya. Saya bersyukur karena lewat momen-momen berat dan sulit itulah saya menjadi lebih kuat, lebih bijak dan makin banyak pelajaran berharga yang saya dapat.

2.       Saya pernah punya rasa iri terhadap teman-teman saya yang hidupnya kelihatan sangat mudah dibandingkan dengan saya. Mereka dengan mudahnya mendapat pekerjaan tetap, dengan mudahnya melanjutkan sekolah, dan masih banyak hal lain lagi yang dengan mudah mereka dapatkan. Berbeda dengan saya yang harus dengan perjuangan dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkannya disertai dengan beberapa kali kegagalan. Tapi saya tahu kalau rasa iri hati itu tidak berkenan di hadapan Tuhan dan saya berusaha menghilangkannya dari dalam hati saya. Saya belajar untuk beriman akan janji yang Tuhan berikan untuk saya. Saya punya pandangan baru dalam hidup bahwa segala sesuatu yang berjalan lebih lambat bukan berarti kegagalan atau kekalahan. Jika Tuhan menginginkan hidup saya berjalan dalam tempo Adagio, maka saya mau berjalan dalam tempo seperti itu.
“ dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu,” Yeremia 31:11

3.       Saya mengambil keputusan untuk menantikan janji Tuhan dengan lebih bersabar lagi. Saya orang yang kurang bisa bersabar, dan gampang tawar hati juga kecil hati. Setiap kali sesuatu yang saya harapkan tidak terjadi, saya jadi lebih sabar dan tenang, tahu bahwa Tuhan pegang kontrol atas itu semua.

Hal-hal inilah yang bisa saya bagikan dari buku Youth Adagio yang saya baca. Semoga bisa memberkati teman-teman semua,

God bless,,

Senin, 22 Juli 2013

Fainting in Prayer?

Seeing then that we have a great high Priest… Jesus, the Son of God, let us hold fast our profession. Let us come boldly unto the throne of grace, that we may obtain mercy, and find grace to help in time of need (Hebrews 4:14-16).
 
Our great Helper in prayer is the Lord Jesus Christ, our Advocate with the Father, our Great High Priest, whose chief ministry for us these centuries has been intercession and prayer. He it is who takes our imperfect petitions from our hands, cleanses them from their defects, corrects their faults, and then claims their answer from His Father on His own account and through His all-atoning merits and righteousness.

Brother, are you fainting in prayer? Look up. Your blessed Advocate has already claimed your answer, and you would grieve and disappoint Him if you were to give up the conflict in the very moment when victory is on its way to meet you. He has gone in for you into the inner chamber, and already holds up your name upon the palms of His hands; and the messenger, which is to bring you your blessing, is now on his way, and the Spirit is only waiting your trust to whisper in your heart the echo of the answer from the throne, "It is done."
--A. B. Simpson

The Spirit has much to do with acceptable prayer, and His work in prayer is too much neglected. He enlightens the mind to see its wants, softens the heart to feel them, quickens our desires after suitable supplies, gives clear views of God's power, wisdom, and grace to relieve us, and stirs up that confidence in His truth which excludes all wavering.

Prayer is, therefore, a wonderful thing. In every acceptable prayer the whole Trinity is concerned.
--J. Angell James

Tulisan ini aku ambil dari Streams in the Desert devotional.

Semoga menguatkan setiap kita yang sedang bergumul dalam doa untuk sesuatu. 

Semoga yang sedang mengalami 'kelelahan' dalam berdoa, dapat kembali bersemangat dan makin tekun berdoa.

Ini jadi reminder juga buat aku... Suatu hari nanti, kalau aku juga mengalami fainting in prayer, aku baca lagi tulisan ini dan kembali semangat.


Mari berjuang sampai garis finish!

God bless,

Wisdom in Book Passion and Purity




Judul Buku          : Passion and Purity ( Hasrat dan Kekudusan) 

Pengarang           : Elisabeth Elliot

Penerbit               : Pionir Jaya, Juli 2010



Saya membaca buku ini pada awal tahun 2012. Jujur saja, saya membeli buku ini karena penulisnya, Elisabeth Elliot, saya penasaran love story antara beliau dan suaminya, Jim Elliot. Pada awalnya saya pikir akan menjumpai tulisan biografi atau semacamnya, tapi saat membacanya kemudian saya tertegun karena Elisabeth Elliot bukan hanya membagikan kisah cintanya bersama suaminya, Jim Elliot, tapi juga begitu banyak pelajaran yang sangat berharga untuk para wanita Kristen.

Dalam buku ini, Elisabeth Elliot membagikan pengalamannya ketika menjadi seorang wanita single yang ingin memuliakan Allah melalui hidupnya dengan menjaga kekudusan, tapi juga ia harus mengendalikan hasrat dan keinginannya sebagai seorang wanita. Melalui penggalan surat, buku harian, petikan lagu dan puisi, Elisabeth Elliot menceritakan tentang godaan, tantangan, kemenangan dan pengorbanan dua orang muda yang memiliki komitmen untuk memuliakan Allah melebihi cinta mereka.

Bahasanya begitu jujur, dan meskipun ini kisah cinta yang terjadi  bertahun-tahun yang lalu, cerita yang dituliskan di buku ini, saya rasa relevan dengan keadaan sekarang ini. Saat membaca buku ini, saya merasa mendapatkan nasehat-nasehat dari seorang ibu kepada puterinya ^^.

Rhema atau hikmat yang saya dapatkan dari buku ini, yaitu
Pertama, pengendalian diri. Saya belajar untuk mulai mengendalikan diri terhadap keinginan daging. Hasrat manusia adalah sebuah medan pertempuran, dan Tuhan ingin kita belajar menggunakan senjata kita untuk melawannya, yaitu Firman Tuhan. Banyak anak muda yang ‘kalah’ dalam medan pertempuran ini, karena mereka tidak menggunakan ‘senjata’ mereka. Hasrat disini bukan saja dalam soal seksual, tetapi hasrat terhadap keinginan daging yang tentu saja tidak berkenan kepada Tuhan.

Kedua, mendahulukan Allah di atas segalanya. Baik Jim dan Elisabeth Elliot bergumul dengan rasa cinta mereka, tapi juga panggilan Allah dalam kehidupan keduanya. Mereka selalu bertanya kepada Tuhan, langkah apa yang harus mereka ambil. Elisabeth Elliot sering dilanda kebingungan, tapi ia mencari Allah dalam setiap godaan dan tantangan yang ia hadapi. Mereka memegang komitmen mereka untuk melayani Tuhan, meskipun resikonya adalah mereka harus berpisah. Pelajaran bagi saya untuk menjadikan Allah sebagai prioritas utama dalam kehidupan saya, mencari tahu kehendak-Nya, mengejar panggilan hidup dari-Nya, dan memegang komitmen saya kepada Tuhan dengan teguh.

Ketiga, mengetahui bahwa Tuhan saja cukup. Elisabeth Elliot membagikan pengalamannya saat ia merasa kesepian, kekhawatiran kalau harus membujang, dan sebagainya. Ia menceritakan apa saja yang ia lakukan untuk mengatasi itu semua. Kesimpulannya, ia selalu kembali kepada Allah. Kasih karunia Allah selalu cukup baginya setiap hari. Mengetahui bahwa Tuhan saja sudah cukup, adalah kunci mengatasi semua kegelisahan, ketakutan, kesepian. 

Keempat, menjaga kekudusan hidup. Elisabeth dan Jim Elliot adalah pasangan yang menjaga kekudusan mereka selama menjalin hubungan. Kisah cinta mereka adalah kisah cinta yang ditulis oleh Allah, karena mereka melibatkan Allah dalam setiap langkahnya. Mereka menjadi contoh bagi para kaum single bagaimana menjaga kekudusan hidup selama pacaran. 

Kelima, peran pria dan wanita yang sesuai dengan kehendak Allah dalam sebuah hubungan. Prialah inisiator sebuah hubungan, bukan wanita. Tapi banyak yang kita temui sekarang justru sebaliknya. Wanita bertindak sebagai inisiator, yang mengejar, yang menyatakan, sedangkan pria hanya diam dan menunggu. 

Setelah membaca buku ini, ada beberapa hal yang mulai saya aplikasikan dalam kehidupan saya, yaitu
Mulai menulis jurnal harian. Saya mengikuti contoh Elisabeth Elliot yang menulis jurnal hariannya. Jurnal harian ini bukan berisi perasaan-perasaan, curhatan-curhatan, tapi perjalanan saya bersama Kristus. Jurnal ini bukan hanya berisi pengalaman pribadi, tapi juga perenungan dari firman Tuhan yang saya baca, ayat Alkitab, doa, quote yang menguatkan saya, juga kutipan-kutipan renungan yang saya baca. Sudah lebih dari 1 tahun saya menulis jurnal harian, dan kini sudah  ada 10 buku,hehehe…. Jurnal harian itu sangat membantu saya dalam mengembangkan hubungan pribadi saya dengan Kristus. Saya jadi lebih disiplin untuk membaca Firman Tuhan dan merenungkannya. Dan saat saya menemui keadaan yang sulit, kadang isi jurnal lama saya, bisa membantu mengingatkan saya akan kesetiaan Tuhan dalam hidup saya, sehingga menguatkan saya.

Kemudian, saya belajar untuk mengendalikan hasrat dalam diri saya. Belajar memerangi keinginan daging. Tidak mudah, dan saya masih sering jatuh. Tapi ada langkah-langkah praktis yang saya mulai terapkan untuk melawan hasrat saya, untuk mencegah saya melakukan dosa. Saya menghafal Roma 6:13-14 setiap pagi, dan menyanyikan hymne “Lawanlah Godaan” dalam hati setiap kali mau marah atau tergoda berbuat dosa. 

Kedengarannya aneh, tapi itu terbukti berhasil. Saya juga mengajak teman-teman untuk mengambil langkah-langkah praktis setiap hari untuk berperang melawan hasrat diri kita ^^.

Yeah, inilah yang bisa saya bagikan dari buku Passion and Purity karya Elisabeth Elliot.

Semoga tulisan ini bisa memberkati kita semua.

Tuhan Yesus memberkati ^^

Rabu, 17 Juli 2013

Manasseh and Ephraim :To Forget and Be Fruitful



Pembacaan Alkitab sepanjang minggu di gerejaku terdapat dalam Kejadian 41: 37-57, Yusuf di Mesir sebagai penguasa. Dalam kisah hidup Yusuf di Alkitab, menurut aku perikop ini adalah bagian klimaks J

Setelah mendengar penafsiran mimpinya oleh Yusuf dan ‘presentasi’ tentang gimana mengatasi bencana kelaparan yang akan datang, Firaun mengambil keputusan untuk mengangkat Yusuf menjadi penguasa atas Mesir, orang kedua setelah Firaun sendiri.

Yusuf mungkin tidak pernah menyangka ia yang adalah seorang Ibrani akan menjadi penguasa atas seluruh tanah Mesir! Ia yang beberapa jam yang lalu masih seorang narapidana, kini mengenakan jubah lenan, cincin meterai Firaun dan diarak dengan kereta kencana Firaun.

Tuhan mengubah keadaannya yang terpuruk dalam sekejap!

Yusuf, seorang pemimpi, anak kesayangan ayahnya karena lahir dari isteri yang paling dicintainya juga lahir di masa tua ayahnya Yakub. Seorang yang elok, baik hati maupun parasnya. Yang hanya tahu kemah ayahnya juga padang penggembalaan ternak.

Kemudian dibuang oleh saudara-saudaranya dan dianggap meninggal. Dijual, dibawa ke tanah asing, menjadi budak. Tapi karena sikapnya yang takut akan Tuhan dan setia, ia diberikan kepercayaan atas rumah tuannya. Namun itu tidak bertahan lama ternyata, karena isteri tuannya memfitnahnya, dan ia masuk penjara. Meskipun demikian, ia tidak mengeluh, tetap percaya dan setia sama Tuhannya.

Pernah sekali ia menaruh harap pada manusia, si juru minuman yang diartikan mimpinya, tapi ia harus menanggung kecewa. Ia akhirnya mendapat pelajaran baru yang berharga, “ Jangan menaruh harapan pada manusia, taruh harapanmu pada Tuhan saja,”

Yup, karena Tuhan itu setia. Dia tidak pernah melupakan anak-anak yang dikasihi-Nya. Ia hanya menunggu sampai Yusuf siap, saat waktunya tiba, Ia akan segera bertindak J

Dan Yusuf melihat sendiri bagaimana pekerjaan tangan Tuhan yang luar biasa dalam hidupnya.

Secara pribadi, aku suka sekali perikop ini, dari kemarin dibaca berulang-ulang dan baca beberapa versi lainnya.

Hal yang menarik buat aku adalah nama-nama yang diberikan Yusuf kepada dua orang anaknya, Manasye dan Efraim.

Manasye artinya Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku.
Pas aku baca versi Amplified, ditulis making to forget.

Kesukaran yang dialami Yusuf itu…banyak banget. Menurut aku, jika orang lain mengalami seperti yang Yusuf alami, dibenci dan dibuang saudara-saudaranya, dijual, dijadiin budak, difitnah sampai masuk penjara, plus dilupakan begitu saja oleh orang yang sudah ditolongnya, belum tentu dia bakal lupa.

Meskipun orang itu pada akhirnya sukses, tetap saja dia nggak lupa sama semua orang yang bikin dia menderita. Banyak malah yang ingin balas dendam. Akar pahit kebencian itu begitu merasuk dalam hati, sampai-sampai kita nggak bisa melupakan perbuatan jahat yang sudah orang lain lakukan pada kita.

Tapi, disinilah kita belajar dari teladan Yusuf.

Ia mengampuni juga memilih untuk melupakan.

Ia memilih melupakan perbuatan jahat kakak-kakaknya, perbuatan jahat isteri Potifar, kesulitannya saat dijual dan menjadi budak, masuk penjara, dan dilupakan sama orang yang ditolongnya.

Dan siapa yang membuat Yusuf bisa dan mampu untuk mengampuni dan melupakan segala kesukarannya?

Ini jelas dalam nama Manasye…. Allah telah membuat aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah bapaku.
God made me forget all my hardships and my parental home (MSG)
Allah yang membuat hati Yusuf menjadi lembut, sehingga ia mampu mengampuni dan melupakan segala kesukaran yang ia telah alami. Kalau kita baca dalam pasal-pasal selanjutnya, sangat jelas kalau Yusuf benar-benar sudah FORGIVE AND FORGET semua kejahatan kakak-kakaknya, malah mengasihi mereka.

Anugerah dan berkat dari Allah kepadanya, membuat Yusuf mampu melupakan segala kesukaran yang ia alami. Baginya, kesukaran-kesukaran itu tidak sebanding dengan apa yang diberikan Allah selama ini kepadanya J

Sedangkan Efraim, Allah telah membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku
Kalo versi Amplified to be fruitful; God has caused me to be fruitful in the land of my affliction dan dalam The Message, ditulis Double Prosperity.

Arti nama yang indah. Menurut aku, nama ini menggambarkan kebaikan Tuhan dalam hidup Yusuf.

Satu lagi yang bisa kita teladani dari Yusuf adalah…. INTEGRITASnya.

Mo di rumah ayahnya, di padang belantara, di rumah Potifar, dikamar berduaan sama isteri Potifar, di dalam penjara, di istana Firaun, Yusuf tetap sama…. 
Yusuf yang cinta Tuhan, Yusuf yang takut Tuhan, Yusuf yang setia, jujur, baik, rajin,dll.
Dimanapun dan kapanpun, Yusuf tetap jadi anak Tuhan, tetap bawa Tuhan sebagai prioritas nomor satu dalam kehidupannya, apapun keadaannya.

Yusuf berada di tempat yang benar-benar nggak nyaman buat dia. Mesir, yang pastinya bukan tempat favorit Yusuf, soalnya dia di Mesir bukan karena dia jalan-jalan :p, tapi karena dia dijual ke tanah ini, dijadikan budak dan di zaman itu, budak itu bukan manusia, nyaris gak ada hak asasinya. 

Di Mesir ia juga masuk penjara karena difitnah sama tante-tante girang, di penjara ketemu sama juru minuman raja yang lupa sama jasanya dia. Pokoknya, Mesir pastilah bukan tempat yang bakal dipilih oleh Yusuf buat tinggal, ia ingin pulang saja ke kemah ayahnya Yakub.

Mesir itu bagaikan dapur kesengsaraan bagi Yusuf. 
Yusuf tidak menemukan harapan disana, apalagi punya pikiran kalau mimpinya bakal terwujud di negeri itu.
Tapi, justru di Mesir, Tuhan membentuk Yusuf, mempersiapkan Yusuf  menjadi seorang pemimpin yang besar. 
Tuhan itu memang luar biasa, Ia memakai tanah kesengsaraan menjadi tanah dimana Yusuf bisa bertumbuh dan menghasilkan buah.
Ketika anak-anaknya lahir di tanah Mesir, Yusuf menyaksikan perbuatan tangan Tuhan dalam hidupnya lewat nama kedua anaknya.

Hebat ya, si Yusuf ini, nggak pernah sekalipun ia berubah setia terhadap Tuhan. Hal inilah yang membuat Tuhan mengaruniakan begitu banyak berkat dalam hidupnya.

Aku belajar dua hal dari kisah Yusuf hari ini.

Pertama, belajar mengampuni dan melupakan. Aku sadar, sometimes aku sudah memaafkan kesalahan orang lain, tapi sulit untuk lupa, dan akhirnya itu mempengaruhi hubungan antara aku dengan orang tersebut. Aku mau belajar untuk melupakan dan mengasihi. Asli, susah banget. Tapi aku percaya kalau aku berserah sama Tuhan, punya hati yang mau diajar, pasti bisa ^^.

Kedua, be fruitful in sorrow times.
Aku belajar untuk tidak menyerah dalam masa-masa sukar, malah lebih produktif. Masa sukar bisa jadi tanah subur untuk kita berbuah. Masa sukar bisa jadi cara Tuhan untuk membuat kita makin dekat dengan-Nya. Masa sukar bisa jadi dapur peleburan sifat-sifat buruk kita. Aku ngalamin sendiri hal ini pada akhir tahun 2010 lalu. Masa sukar jangan dijadikan tempat buat kita menumbuhkan buah self-pity dan menyalahkan Tuhan, tapi jadikan masa sukar untuk bertumbuh dan berbuah. Jadi berkat buat diri sendiri dan orang lain.

God bless you, ^^